“Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji Al-Qur’an dan menyebut Nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-KU, maka Aku berikan kepadanya sebaik-baik pemberian yang Aku berikan kepada yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah (Al-Qur'an) atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (HR. Tirmidzi dan dia berkata hadits hasan)
Ternyata seorang hamba yang sibuk membaca, mengkaji, mempelajari Al-Qur’an, sunnah Nabi-Nya dan ilmu syariat lainnya, akan mudah dikabulkan pintannya. Diberi solusi dalam setiap masalah, diberi keindahan hidup menawan. Karena apa? Karena orang itu sesungguhnya tanpa disadarinya, telah mendekat kepada Zat Penguasa Alam Raya, yang telah memberi dia HIDUP dan pemilik BAHAGIA. Orang yang sibuk meminta terkadang lupa kewajibannya, padahal kunci kerbekahan hidup adalah mencari KEINGINAN ALLAH dari kita.
Ya Allah berilah BAROKAH dalam setiap hirup nafas kami, karena keberkahan yang teramat mahal itu kami perlukan dalam mengarungi dunia fana ini...Amiiin
Senin, 29 Oktober 2012
Kedudukan Nabi Muhammad S,a.w
Posted: 26 Oct 2012 04:00 PM PDT
Salah satu jawabannya adalah karena Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang paling berat ujiannya dan yang paling sabar.
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Dari Mus’ab dari Sa’ad dari bapaknya berkata, aku berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Kata beliau: “Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal mereka. Dan seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya). Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya. Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” (HR. At-Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani)
Mari kita tinjau ujian dan kesabaran Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkin kita tidak membandingkannya dulu dengan manusia biasa seperti ulama dan orang sholih atau para sahabat radhiallahu ‘anhum tetapi kita bandingkan dengan sesama para nabi ‘alaihimussalam . Sehingga beliau mendapatkan kedudukan lebih diatas para nabi yang lain.
Pertama: Ketika Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berdoa dan memohon meminta diberi kerajaan:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi.” (QS. Shad: 38)
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hidup sederhana sebagai hamba ketika ditawarkan kerajaan, hal ini agar menjadi contoh bagi semesta alam bahwa beliau tidak punya urusan yang banyak di dunia.
Kedua: Ketika Nabi Nuh ‘alaihis salamberdakwah kepada kaumnya dan tidak ada yang mau beriman kecuali sedikit sekali, maka nabi Nuh‘alaihissalam berdoa agar semua orang kafir tersebut dimusnahkan seluruhnya dari muka bumi dengan banjir besar:
وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراًْ وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراً
Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.’ (QS. Nuh: 26-27)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberdakwah ke Thoif sekaligus meminta perlindungan. Kemudian mereka menolak bahkan mengejek dan mencaci maki Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, mengusir melempar dengan batu sampai tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammalahan mendoakan mereka,
Begitu juga ketika Nabi Yunus ‘alaihis salamberdakwah kepada kaumnya dan kemudian menolaknya, maka beliau terlalu cepat meninggalkan kaumnya dan akhirnya beliau masuk ke perut ikan.
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌْ لَوْلَا أَن تَدَارَكَهُ نِعْمَةٌ مِّن رَّبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاء وَهُوَ مَذْمُومٌْ فَاجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Al Qolam: 48-50)
Ketiga: Ketika nabi Ayyub alaihissalammenghadapi nusyuz [ketidakpatuhan] istrinya, maka beliau bersumpah akan memukulnya 100 kali, kemudian Allah Ta’ala dalam Al-Quran memberikan jalan keluar agar beliau tidak membatalkan sumpah dan tidak juga menyakiti istrinya.
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثاً فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِراً نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta’at (kepada Tuhan-nya) .” (QS. Shaad: 44)
Ketika semua istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam nusyuz [tidak patuh], maka beliau tidak langsung marah, langsung main pukul ataupun langsung mengancam cerai. Tetapi beliau menjauhi semua istrinya selama sebulan. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengalah dengan tinggal dikandang unta atau di riwayat lain di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah tidak dengan mengusir mereka dari rumah beliau.
اِعْتَزَلَ نِسَاءَهُ شَهْرًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi istri-istrinya selama sebulan.” (HR. Muslim II/763 no 1084 dari Jabir bin Abdillah)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi sebulan agar para istri tersebut bisa berpikir jernih tentang apa akibat yang mereka perbuat. Kemudian Allah subhanahu wa ta’alamenurunkan ayat,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاًْ وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْراً عَظِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 28)
Keempat: Ketika nabi Musa ‘alaihis salampulang dari bukit Thursina dan mendapati kaumnya membuat sesembahan sapi betina. Sedangkan saat itu Nabi Harun ‘alaihissalamyang merupakan teman seperjuangan nabi Musa bersama mereka. Maka Nabi Musa langsung marah (karena Allah) kepada Nabi Harun‘alaihissalam, kemudian melempar kitab suci Taurat dan menarik Nabi Harun ‘alaihissalam,baru kemudian nabi Harun ‘alaihissalammenyampaikan udzur/alasan, Al-Quran menceritakan,
قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا * أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي * قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”. Harun menjawab: “Hai putra ibuku janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku” (QS. Thaha : 92-94).
Dan di surat yang lain,
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفاً قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِن بَعْدِيَ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُواْ يَقْتُلُونَنِي فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاء وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu ? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”. (QS. Al A’raf: 150)
Maka ketika salah seorang teman seperjuangan beliau (sahabat) melakukan pembocoran rahasia penyerangan ke Mekkah kepada orang kafir di Mekkah. Ini adalah pengkhianatan besar, akan tetapi Beliau memaafkannya karena sahabat tersebut punya ‘uzdur/alasan. Sahabat tersebut adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu.
Ketika Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhumenawarkan diri,
“Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap munafik.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab,
Kisah adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu diabadikan dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah….” (QS. Al Mumtahanah: 1]
Demikianlah perbandingan Rasulullahshallallahu ‘alahi wa sallam dengan para Nabi yang lain. Perlu diingat, ini bukan berarti nabi yang lain tidak sabar dan tidak berat ujiannya. Lihatlah bagaimana kisah cobaan berat nabi Ayyub ‘alaihissalam, kisah perjuangan berat dan panjang nabi Musa ‘alaihissalam melawan Fir’aun dan kerasnya hati bani Israil, kisah kesabaran nabi Sulaiman yang tidak menggunakan kerajaannya untuk berlaku zhalim dan foya-foya.
Setelah mengetahui perbandingan ini perlukah kita membandingkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan sahabat, para ulama dan orang-orang shalih? Atau membandingkan dengan ujian dan cobaan serta kesabaran kita yang sedikit saja terkena ujian langsung berkeluh kesah?
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabishallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: «أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِك
“Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “iya benar, aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]”, aku berkata, “oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau menjawab, “Benar, karena hal itu”. (HR. Al-Bukhari no. 5648 dan Muslim no. 2571)
- Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam harus menanggung sembilan istri. Lho bukannya enak istri banyak? Silahkan tanya kepada meraka yang mempunyai hanya dua istri, bagaimana repot dan susahnya mengurus mereka dengan penuh keadilan dan tanggung jawab. Bagaimana membagi waktu, membagi perasaan. Terkadang bagi yang punya satu istri saja terkadang kelabakan mengurus dan mendidik satu istri terutama ketika “bengkoknya” datang atau sedang sensitif karena haidh.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam ikhlas menjalankan takdirnya, menikah pertama kali dengan janda sebagai suami ketiga, dan beberapa istrinya telah bersuami dua kali sebelumnya. Mampukah kita demikian?,melawan rasa cemburu dengan suami-suami sebelumnya? Dan sebagian istri beliau ketika menikah berumur di atas 40 tahun. Mampukah kita demikian, maukah kita menikah dengan wanita berumur (atau sekarang disebut –maaf- “tante-tante”).
Dan para istri Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam semuanya ridha dengan beliau. Malahan yang ada adalah banyak cerita bahwa istri-istri beliau yang menyusahkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam . dan belau paling baik terhadap istri-istri beliau.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” (HR. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan Al Albani menilai hadits tersebut shahih).
Dan komentar salah satu istri beliau, A’isyahradhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: «الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلَاؤُهُ، وَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِيَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَمَا يَبْرَحُ البَلَاءُ بِالعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِي عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ
Dari Mus’ab dari Sa’ad dari bapaknya berkata, aku berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat ujiannya?” Kata beliau: “Para Nabi, kemudian yang semisal mereka dan yang semisal mereka. Dan seseorang diuji sesuai dengan kadar dien (keimanannya). Apabila diennya kokoh, maka berat pula ujian yang dirasakannya; kalau diennya lemah, dia diuji sesuai dengan kadar diennya. Dan seseorang akan senantiasa ditimpa ujian demi ujian hingga dia dilepaskan berjalan di muka bumi dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” (HR. At-Tirmidzi no.2398, dishahihkan oleh syaikh Al-Albani)
Mari kita tinjau ujian dan kesabaran Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, mungkin kita tidak membandingkannya dulu dengan manusia biasa seperti ulama dan orang sholih atau para sahabat radhiallahu ‘anhum tetapi kita bandingkan dengan sesama para nabi ‘alaihimussalam . Sehingga beliau mendapatkan kedudukan lebih diatas para nabi yang lain.
Pertama: Ketika Nabi Sulaiman ‘alaihis salam berdoa dan memohon meminta diberi kerajaan:
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pemberi.” (QS. Shad: 38)
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih hidup sederhana sebagai hamba ketika ditawarkan kerajaan, hal ini agar menjadi contoh bagi semesta alam bahwa beliau tidak punya urusan yang banyak di dunia.
كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ يُحَدِّثُ، أَنَّ اللهَ أَرْسَلَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَلَكًا مِنَ الْمَلَائِكَةِ مَعَ الْمَلَكِ جِبْرِيلَ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ لَهُ الْمَلَكُ: يَا مُحَمَّدُ، إِنَّ اللهَ عَزَّ جَلَّ يُخَيِّرُكَ بَيْنَ أَنْ تَكُونَ نَبِيًّا عَبْدًا، أَوْ نَبِيًّا مَلِكًا، فَالْتَفَتَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى جِبْرِيلَ كَالْمُسْتَشِيرِ، فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ أَنْ تَوَاضَعْ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «بَلْ نَبِيًّا عَبْدًا»
“Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma menceritakan bahwa Allah pernah mengutus salah satu malaikat bersama malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. kemudian malaikat tersebut berkata, “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa jalla memberikan pilihan bagimu (Muhammad), apakah engkau mau menjadi sebagai seorang hamba dan Nabi, ataukah engkau mau menjadi sebagai seorang nabi dan raja?”.Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammenoleh kepada Jibril seolah-olah meminta pendapat beliau, maka Jibril memberi isyarat kepada Nabi agar beliau tawadhu. Kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata, “Aku ingin menjadi sebagai seorang nabi dan hamba”. (Mu’jam Kabir litthabrani no.10686, tahqiq Hamdi bin Abdul majid As-Salafi, Mu’jam Al-Aushoth no. 6937 dan Az-Zuhdi Al-Kabir lilbaihaqi no. 447)Kedua: Ketika Nabi Nuh ‘alaihis salamberdakwah kepada kaumnya dan tidak ada yang mau beriman kecuali sedikit sekali, maka nabi Nuh‘alaihissalam berdoa agar semua orang kafir tersebut dimusnahkan seluruhnya dari muka bumi dengan banjir besar:
وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراًْ وَقَالَ نُوحٌ رَّبِّ لَا تَذَرْ عَلَى الْأَرْضِ مِنَ الْكَافِرِينَ دَيَّاراً
Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.’ (QS. Nuh: 26-27)
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberdakwah ke Thoif sekaligus meminta perlindungan. Kemudian mereka menolak bahkan mengejek dan mencaci maki Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam, mengusir melempar dengan batu sampai tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia sampai berdarah-darah. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammalahan mendoakan mereka,
أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلاَبِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ، لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Bahkan aku berharap Allah akan mengeluarkan dari tulang sulbi mereka keturunan yang akan menyembah Allah semata, tidak disekutukanNya dengan apa pun” (HR. Bukhari no. 3231)Begitu juga ketika Nabi Yunus ‘alaihis salamberdakwah kepada kaumnya dan kemudian menolaknya, maka beliau terlalu cepat meninggalkan kaumnya dan akhirnya beliau masuk ke perut ikan.
فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تَكُن كَصَاحِبِ الْحُوتِ إِذْ نَادَى وَهُوَ مَكْظُومٌْ لَوْلَا أَن تَدَارَكَهُ نِعْمَةٌ مِّن رَّبِّهِ لَنُبِذَ بِالْعَرَاء وَهُوَ مَذْمُومٌْ فَاجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَجَعَلَهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdo’a sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya). Kalau sekiranya ia tidak segera mendapat nikmat dari Tuhannya, benar-benar ia dicampakkan ke tanah tandus dalam keadaan tercela. Lalu Tuhannya memilihnya dan menjadikannya termasuk orang-orang yang saleh”. (QS. Al Qolam: 48-50)
Ketiga: Ketika nabi Ayyub alaihissalammenghadapi nusyuz [ketidakpatuhan] istrinya, maka beliau bersumpah akan memukulnya 100 kali, kemudian Allah Ta’ala dalam Al-Quran memberikan jalan keluar agar beliau tidak membatalkan sumpah dan tidak juga menyakiti istrinya.
وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثاً فَاضْرِب بِّهِ وَلَا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِراً نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat ta’at (kepada Tuhan-nya) .” (QS. Shaad: 44)
Ketika semua istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam nusyuz [tidak patuh], maka beliau tidak langsung marah, langsung main pukul ataupun langsung mengancam cerai. Tetapi beliau menjauhi semua istrinya selama sebulan. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallammengalah dengan tinggal dikandang unta atau di riwayat lain di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah tidak dengan mengusir mereka dari rumah beliau.
اِعْتَزَلَ نِسَاءَهُ شَهْرًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi istri-istrinya selama sebulan.” (HR. Muslim II/763 no 1084 dari Jabir bin Abdillah)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhi sebulan agar para istri tersebut bisa berpikir jernih tentang apa akibat yang mereka perbuat. Kemudian Allah subhanahu wa ta’alamenurunkan ayat,
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحاً جَمِيلاًْ وَإِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنكُنَّ أَجْراً عَظِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 28)
Keempat: Ketika nabi Musa ‘alaihis salampulang dari bukit Thursina dan mendapati kaumnya membuat sesembahan sapi betina. Sedangkan saat itu Nabi Harun ‘alaihissalamyang merupakan teman seperjuangan nabi Musa bersama mereka. Maka Nabi Musa langsung marah (karena Allah) kepada Nabi Harun‘alaihissalam, kemudian melempar kitab suci Taurat dan menarik Nabi Harun ‘alaihissalam,baru kemudian nabi Harun ‘alaihissalammenyampaikan udzur/alasan, Al-Quran menceritakan,
قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا * أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي * قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِي
“Berkata Musa: “Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku?”. Harun menjawab: “Hai putra ibuku janganlah kamu pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku; sesungguhnya aku khawatir bahwa kamu akan berkata (kepadaku): “Kamu telah memecah antara Bani Israel dan kamu tidak memelihara amanatku” (QS. Thaha : 92-94).
Dan di surat yang lain,
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفاً قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِن بَعْدِيَ أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُواْ يَقْتُلُونَنِي فَلاَ تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاء وَلاَ تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu ? Dan Musapun melemparkan luh-luh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya, Harun berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang zalim”. (QS. Al A’raf: 150)
Maka ketika salah seorang teman seperjuangan beliau (sahabat) melakukan pembocoran rahasia penyerangan ke Mekkah kepada orang kafir di Mekkah. Ini adalah pengkhianatan besar, akan tetapi Beliau memaafkannya karena sahabat tersebut punya ‘uzdur/alasan. Sahabat tersebut adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu.
Ketika Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhumenawarkan diri,
“Wahai Rasulullah, biarkan aku memenggal lehernya, karena dia telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya serta bersikap munafik.”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan bijak menjawab,
“Sesungguhnya Hatib pernah ikut perang Badar… (Allah berfirman tentang pasukan Badar): Berbuatlah sesuka kalian, karena kalian telah Saya ampuni.”
Umar pun kemudian menangis, sambil mengatakan, “Allah dan rasulNya lebih mengetahui.”Kisah adalah Hatib bin Balta’ah radhiallahu ‘anhu diabadikan dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan musuhKu dan musuhmu sebagai teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang, padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah….” (QS. Al Mumtahanah: 1]
Demikianlah perbandingan Rasulullahshallallahu ‘alahi wa sallam dengan para Nabi yang lain. Perlu diingat, ini bukan berarti nabi yang lain tidak sabar dan tidak berat ujiannya. Lihatlah bagaimana kisah cobaan berat nabi Ayyub ‘alaihissalam, kisah perjuangan berat dan panjang nabi Musa ‘alaihissalam melawan Fir’aun dan kerasnya hati bani Israil, kisah kesabaran nabi Sulaiman yang tidak menggunakan kerajaannya untuk berlaku zhalim dan foya-foya.
Setelah mengetahui perbandingan ini perlukah kita membandingkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dengan sahabat, para ulama dan orang-orang shalih? Atau membandingkan dengan ujian dan cobaan serta kesabaran kita yang sedikit saja terkena ujian langsung berkeluh kesah?
Kemudian bentuk ujian dan cobaan lebih berat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam yang lain:
- Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam jika demam, maka jika sakit, beratnya dua kali lipat:Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku pernah menjenguk Nabishallallahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, sepertinya beliau sedang merasakan rasa sakit yang parah. Maka aku berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ لَتُوعَكُ وَعْكًا شَدِيدًا؟ قَالَ: «أَجَلْ، إِنِّي أُوعَكُ كَمَا يُوعَكُ رَجُلاَنِ مِنْكُمْ» قُلْتُ: ذَلِكَ أَنَّ لَكَ أَجْرَيْنِ؟ قَالَ: «أَجَلْ، ذَلِكَ كَذَلِك
“Sepertinya anda sedang merasakan rasa sakit yang amat berat”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “iya benar, aku sakit sebagimana rasa sakit dua orang kalian [dua kali lipat]”, aku berkata, “oleh karena itukah anda mendapatkan pahala dua kali lipat.” Beliau menjawab, “Benar, karena hal itu”. (HR. Al-Bukhari no. 5648 dan Muslim no. 2571)
- Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam harus menanggung sembilan istri. Lho bukannya enak istri banyak? Silahkan tanya kepada meraka yang mempunyai hanya dua istri, bagaimana repot dan susahnya mengurus mereka dengan penuh keadilan dan tanggung jawab. Bagaimana membagi waktu, membagi perasaan. Terkadang bagi yang punya satu istri saja terkadang kelabakan mengurus dan mendidik satu istri terutama ketika “bengkoknya” datang atau sedang sensitif karena haidh.
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam ikhlas menjalankan takdirnya, menikah pertama kali dengan janda sebagai suami ketiga, dan beberapa istrinya telah bersuami dua kali sebelumnya. Mampukah kita demikian?,melawan rasa cemburu dengan suami-suami sebelumnya? Dan sebagian istri beliau ketika menikah berumur di atas 40 tahun. Mampukah kita demikian, maukah kita menikah dengan wanita berumur (atau sekarang disebut –maaf- “tante-tante”).
Dan para istri Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam semuanya ridha dengan beliau. Malahan yang ada adalah banyak cerita bahwa istri-istri beliau yang menyusahkan Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam . dan belau paling baik terhadap istri-istri beliau.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” (HR. Tirmidzi dan beliau mengomentari bahwa hadits ini hasan gharib sahih. Ibnu Hibban dan Al Albani menilai hadits tersebut shahih).
Dan komentar salah satu istri beliau, A’isyahradhiallahu ‘anha berkata,
كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ
“Akhlak beliau adalah Al-Quran” [HR. Muslim no. 746, Abu Dawud no. 1342 dan Ahmad 6/54]
Jika demikian, bolehkah kita meminta ujian, agar derajat kita naik?
Jawabannya, tidak boleh, karena ketika kita tertimpa ujian, belum tentu kita mampu menghadapinya. Karena iman kita lemah. SebagaimanaSelasa, 23 Oktober 2012
Keutamaan Puasa Arafah
KEUTAMAAN PUASA ARAFAH
«Definisi»
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yg dilaksanakan pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah bulan Qamariyah, tahun Hijriyah).
Puasa ini dikenal dg nama puasa Arafah karena pada tanggal itu orang yg sedang menjalankan haji berkumpul di Arafah untuk melakukan rangkaian amalan haji yaitu ibadah Wukuf.
Puasa ini disunnahkan bagi kaum Muslimin yg tak menjalankan ibadah haji, sedangkan yg berhaji tak disyari'atkan karena Nabi saat wukuf haji di Arafah tak berpuasa [HR Bukhari #1988; Muslim #1123].
«Keutamaan Puasa Arafah»
Rasulullah bersabda: "Puasa 1 hari Arafah, aku berharap pada اللّه Dia akan menghapuskan (dosa) setahun sebelumnya & setahun sesudahnya" [HR Muslim #1162].
Menurut jumhur Ulama, dosa yg terhapus adalah dosa² kecil & tak termasuk dosa² besar.
Adapun puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah), maka tiada syari'atnya, karen hadits yg dijadikan dalil derajatnya maudhu' (palsu), sebagaimana dikatakan imam Ibnul Jauzi & imam al-Hakim, di antaranya hadits: "Puasa pada hari Tarwiyah menghauskan (dosa) setahun & puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) 2 tahun" [Hadits Maudhu'].
Dg demikian, tak disyariatkan berniat khusus puasa tanggal 8 Dzulhijjah. Namun jika seseorang berpuasa pada tanggal itu karena mengamalkan anjuran memperbanyak ibadah (termasuk puasa pada 9 hari pertama bulan Dzulhijjah), maka dibolehkan. Sebagaimana disebutkan: "Bahwasanya Nabi صلى الله عليه و سلم berpuasa Asyura' & 9 hari di bulan Dzulhijjah, serta 3 hari di setiap bulannya" [HR Abu Dawud, 2/78].
«Perhatian»
Adanya BBM/BC yg tersebar luas yg isinya: "Anjuran puasa 8+9 Dzulhijjah. Dan siapapun yg mengingatkn orang lain, hal ini seolah-olah ia telah melakukan ibadah selama 80 tahun", maka anjuran itu tiada asal-usulnya & dusta bukan berasal dari hadits Nabi. والله أعلم بالصواب.
«Definisi»
Puasa Arafah adalah puasa sunnah yg dilaksanakan pada hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah bulan Qamariyah, tahun Hijriyah).
Puasa ini dikenal dg nama puasa Arafah karena pada tanggal itu orang yg sedang menjalankan haji berkumpul di Arafah untuk melakukan rangkaian amalan haji yaitu ibadah Wukuf.
Puasa ini disunnahkan bagi kaum Muslimin yg tak menjalankan ibadah haji, sedangkan yg berhaji tak disyari'atkan karena Nabi saat wukuf haji di Arafah tak berpuasa [HR Bukhari #1988; Muslim #1123].
«Keutamaan Puasa Arafah»
Rasulullah bersabda: "Puasa 1 hari Arafah, aku berharap pada اللّه Dia akan menghapuskan (dosa) setahun sebelumnya & setahun sesudahnya" [HR Muslim #1162].
Menurut jumhur Ulama, dosa yg terhapus adalah dosa² kecil & tak termasuk dosa² besar.
Adapun puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah), maka tiada syari'atnya, karen hadits yg dijadikan dalil derajatnya maudhu' (palsu), sebagaimana dikatakan imam Ibnul Jauzi & imam al-Hakim, di antaranya hadits: "Puasa pada hari Tarwiyah menghauskan (dosa) setahun & puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) 2 tahun" [Hadits Maudhu'].
Dg demikian, tak disyariatkan berniat khusus puasa tanggal 8 Dzulhijjah. Namun jika seseorang berpuasa pada tanggal itu karena mengamalkan anjuran memperbanyak ibadah (termasuk puasa pada 9 hari pertama bulan Dzulhijjah), maka dibolehkan. Sebagaimana disebutkan: "Bahwasanya Nabi صلى الله عليه و سلم berpuasa Asyura' & 9 hari di bulan Dzulhijjah, serta 3 hari di setiap bulannya" [HR Abu Dawud, 2/78].
«Perhatian»
Adanya BBM/BC yg tersebar luas yg isinya: "Anjuran puasa 8+9 Dzulhijjah. Dan siapapun yg mengingatkn orang lain, hal ini seolah-olah ia telah melakukan ibadah selama 80 tahun", maka anjuran itu tiada asal-usulnya & dusta bukan berasal dari hadits Nabi. والله أعلم بالصواب.
Senin, 22 Oktober 2012
Keutamaan Hari Arofah
Posted: 21 Oct 2012 08:52 PM PDT Hari Arafah adalah hari di mana Allah menyempurnakan Islam dan menyempurnakan nikmat-Nya ketika itu. Hari Arafah adalah hari haji Akbar menurut mayoritas salaf. Hari Arafah juga adalah hari istimewa bagi umat ini. Anas bin Malik pernah mengatakan, “Hari Arafah lebih utama dari 10.000 hari-hari lainnya.”[1] Siapa saja yang berpuasa ketika itu akan mendapatkan ampunan dosa (yaitu dosa kecil) untuk dua tahun. Mengenai hari Arafah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ “Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?”[2] Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arafah adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arafah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arafah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arafah.”[3] Ibnu Rajab selanjutnya menjelaskan bahwa siapa yang ingin mendapatkan pembebasan dari api neraka dan pengampunan dosa pada hari Arafah, maka lakukanlah hal-hal berikut.[4] Pertama: Melaksanakan puasa Arafah (bagi yang tidak berhaji). Dari Abu Qatadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ “Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.”[5] Kedua: Menjaga anggota badan dari hal-hal yang diharamkan pada hari tersebut. Ketiga: Memperbanyak syahadat tauhid, keikhlasan dan kejujuran pada hari tersebut karena semuanya tadi adalah asas agama ini yang Allah sempurnakan pada hari Arafah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri sering memperbanyak hal-hal tadi dan beliau menyebutkannya setelah menyebutkan bahwa do’a pada hari Arafah adalah sebaik-baik do’a. Disebutkan dalam hadits, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”.”[6] Keempat:Memerdekakan seorang budak jika mampu. Karena barangsiapa yang memerdekakan seorang budak mukmin, maka Allah akan membebaskan anggota tubuhnya dari api neraka karena anggota tubuh budak yang ia merdekakan. Kelima: Memperbanyak do’a ampunan dan pembebasan dari api neraka ketika itu karena hari Arafah adalah hari terkabulnya do’a. Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arafah.”[7] Dan untuk mendapatkan pembebasan dari api neraka dan pengampunan dosa, hendaklah pula dijauhi segala dosa yang dapat menghalangi dari mendapatkan ampunan. Di antara yang harus dijauhi adalah: Pertama: Sifat sombong dan takabbur. Allah Ta’ala berfirman, وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Al Hadid: 23) Sebagaimana pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ “Allah tidak akan memandang siapa saja yang menjulurkan celananya (di bawah mata kaki) dengan sombong.”[8] Kedua: Tidak terus menerus dalam melakukan dosa-dosa besar (al kaba-ir).[9] Itulah yang dinasehatkan oleh Ibnu Rajab agar seseorang bisa mendapatkan ampunan dan pembebasan dari api neraka pada hari Arafah. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan ampunan dan pembebasan dari api neraka pada hari tersebut. Ya Allah, terimalah setiap amalan kami di hari Arafah yang mulia ini dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapatkan pengampunan dosa dan pembebasan dari api neraka. Sesungguhnya engkau Maha Mengijabahi setiap do’a-do’a kami. Segala puji bagi Allah yang dengan setiap nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. |
Langganan:
Postingan (Atom)