Berbaring Sesudah Shalat Sunnah Shubuh
Berbaring Sejenak Setelah Shalat Sunnah Shubuh/Fajar
Ini adalah salah satu kebiasaan yang sering dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam setelah melaksanakan shalat sunnah fajar, dimana beliau tidak langsung berangkat ke masjid, melainkan berbaring sejenak di atas bahu kanannya. Istri beliau yang paling beliau cintai, Aisyah Radhiyallahu ‘Anha meriwayatkan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ اضْطَجَعَ عَلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ .
“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, setelah shalat dua rakaat fajar, beliau berbaring di atas bahunya sebelah kanan.” (HR. Al-Bukhari)[1]
Berbaring di atas bahu sebelah kanan atau berbaring menghadap ke arah kanan adalah kebiasaan yang sering dilakukan Nabi setelah shalat sunnah fajar. Namun demikian, hal ini tidak lepas dari aktivitas beliau pada malam harinya yang sebagiannya dihabiskan untuk bermunajat kepada Rabb-nya dengan penuh kekhusyu’an. Ini dari sisi kemanusiaan seorang Nabi yang juga bisa capai dan letih, sehingga bisa saja beliau melakukan hal ini sekadar untuk melemaskan otot-ototnya. Di sisi lain, berbaring sejenak selepas shalat sunnah fajar adalah untuk memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib.
Kebiasaan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kali ini memang cukup kasuistis. Sehingga Syaikh Sayyid Sabiq mengatakan, bahwa terdapat banyak sekali perbedaan pendapat di antara para ulama dalam menyikapi kebiasaan Nabi ini.[2]Itulah makanya, kita perlu mencermati beberapa hal di bawah ini:
Pertama; Nabi melakukan hal ini di rumah. Sehingga bagi mereka yang melakukan shalat sunnah fajar di masjid tidak mungkin bahkan tidak boleh melakukannya. DalamFath Al-Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Sebagian ulama salaf menganggapnya sebagai mustahab (disukai) bagi yang melakukannya di rumah, bukan yang di masjid. Sebab tidak terdapat hadits yang menceritakan bahwa beliau melakukannya di masjid.”[3]
Kedua; Sekiranya setiap orang melakukannya, niscaya masjid akan sepi jamaah pada saat-saat awal masuk waktu subuh, karena masing-masing menyempatkan diri berbaring terlebih dahulu di rumah. Selain itu, tentu orang-orang yang rumahnya jauh dari masjid akan terlambat dan senantiasa akan menjadi makmum masbuq. Sehingga dikarenakan pertimbangan ini, ketika Imam Ahmad bin Hambal ditanya tentang berbaring sejenak setelah shalat sunnah fajar, beliau berkata, “Aku tidak melakukannya. Tetapi jika seseorang melakukannya, itu adalah baik.”[4]
Ketiga; Waktu subuh adalah saat-saat rawan datangnya kantuk karena sebagian orang baru saja bangun tidur di waktu ini. Sehingga dikhawatirkan jika seseorang, manakala dia berbaring sejenak setelah shalat sunnah dua rakaat fajar, dia akan dikalahkan oleh rasa kantuk dan terlelap dalam tidur. Karena memang pada saat-saat inilah, pasukan setan sedang gencar-gencarnya melancarkan serangan terhadap hamba-hamba Allah. Adapun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau sama sekali tidak dikhawatirkan akan dikalahkan oleh kantuk. Sebagaimana juga tidak dikhawatirkan beliau akan terbawa nafsu di siang hari saat berpuasa, sekalipun beliau mencium dan mencumbu istrinya.
Keempat; Rumah istri-istri Nabi berada di dekat masjid. Bahkan rumah (kamar) Aisyah berada persis di sisi masjid atau menempel dengan masjid, hanya terpisahkan sehelai tirai yang jika disingkapkan akan tampak sebagian isi rumahnya. Sehingga Nabi tidak memerlukan banyak waktu untuk melangkah menuju masjid. Berbeda dengan sebagian sahabat yang rumahnya jauh dari masjid, dimana membutuhkan cukup waktu untuk berangkat ke masjid.
Kelima; Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke masjid, para sahabat telah menunggu kehadiran beliau untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah bersama beliau. Artinya, para sahabat Radhiyallahu ‘Anhum menunaikan shalat sunnah fajarnya di masjid dan tidak berbaring sejenak sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi. Dan, Nabi tidak pernah menegur ataupun menyalahkan mereka.
Keenam; Telah kami sebutkan di atas, bahwa mungkin Nabi melakukan ini sekadar untuk melemaskan otot-ototnya dikarenakan letih setelah semalaman shalat tahajjud. Dan ini manusiawi. Sedangkan yang tidak shalat di malam harinya, tentu saja dia tidak letih seperti yang shalat malam. Meski bukan berarti dia tidak perlu meniru Nabi dalam hal ini. Karena bagaimanapun juga, apa yang dilakukan beliau adalah sunnah.
Kesimpulan dari apa yang kami uraikan, bahwa berbaring sejenak di atas bahu kanan setelah shalat sunnah dua rakaat fajar adalah sunnah. Akan tetapi, sekiranya seseorang melakukan shalat fajar di masjid, dia tidak boleh melakukannya. Karena akan terjadi pemandangan yang tidak sedap di mata jika orang-orang yang berada di masjid, semuanya tidur-tiduran setelah shalat sunnah fajar. Kemudian, bagi yang rumahnya jauh dari masjid dan dikhawatirkan akan terlambat jika berbaring terlebih dahulu, sebaiknya dia segera ke masjid daripada terlambat shalat berjamaah. Sebab, bersegera ke masjid lebih utama daripada berbaring sejenak setelah shalat sunnah fajar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
لَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِى التَّهْجِيرِ لاَسْتَبَقُوا إِلَيْهِ .
“Sekiranya mereka tahu keutamaan yang ada dalam bersegera ke masjid, niscaya mereka akan berlomba meraihnya.” (Muttafaq Alaih)[5]
Selanjutnya, bagi yang khawatir akan tertidur beneran jika ia tidur-tiduran, sebaiknya tidak usah melakukannya. Namun demikian, alangkah idealnya apabila seseorang dapat menyiasati hal ini dengan baik. Dimana dia dapat melakukan semua sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tanpa ada yang lewat, jika memungkinkan. Maksud kami, sekiranya seseorang begitu selesai adzan subuh dia segera shalat sunnah fajar dua rakaat dengan ringan di rumah, lalu dia menyempatkan diri berbaring sejenak menghadap ke kanan, kemudian tanpa berlama-lama dia bergegas berangkat ke masjid, dan dia sampai di masjid sebelum iqamat.
Karena bagaimanapun juga, berbaring sejenak di atas bahu sebelah kanan setelah shalat sunnah dua rakaat fajar dan sebelum berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah adalah sunnah yang selalu dikerjakan Nabi. Bahkan terdapat hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu yang menyebutkan perintah Nabi kepada umatnya agar melakukan hal ini.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ رَكْعَتَيْ الْفَجْرِ فَلْيَضْطَجِعْ عَلَى يَمِينِهِ .
“Apabila salah seorang kalian telah shalat dua rakaat fajar, maka hendaknya dia berbaring di atas sebelah kanannya.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar