Translate

Kamis, 29 Juni 2017

Khutbah Idul Fitri 2017

Bahagia dengan Membahagiakan Orang Lain

Khutbah Pertama:

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …

فَأِنّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي النّارِ.

Kaum muslimin jamaah Jumat yang dirahmati Allah

Khatib mewasiatkan kepada diri khatib pribadi dan jamaah sekalian agar senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita, kekasih kita, penyejuk hati kita, Muhammad bin Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada keluarganya, para sahabat serta pengikutnya hingga hari kiamat.

Kaum muslimin yang semoga rahmat Allah meliputi saya dan Anda sekalian.

Sebagian orang telah memiliki harta yang banyak, telah diberi kemewahan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, telah dimudahkan rezekinya, namun  mereka tidak merasakan kebahagiaan. Sebenarnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menunjukkan banyak cara dan kiat untuk menggapai kebahagiaan. Dan telah terbukti bahwa kebahagiaan itu tidak hanya diukur dengan harta, kebahagiaan bukan diukur dengan kemewahan, kebahagiaan bukan diukur dengan ketenaran, ada perkara-perkara lain yang bisa menjadikan seseorang berbahagia.

Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah.

Pada kesempatan kali ini kita berbicara tentang orang-orang yang Allah berikan rezeki kepada mereka, terutama yang memiliki kelebihan. Bagaimana caranya agar mereka bisa meraih kebahagiaan? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَأَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ، أَوْ تَكْشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً، أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْناً، أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوْعًا وَ لَأَنْ أَمْشِيْ مَعَ أَخٍ فِي حَاجَةٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا المَسْجِدِ ، ( يَعْنِي مَسْجِدُ النَبَوِي ) شَهْرًا

“…Manusia yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia, dan pekerjaan yang paling dicintai Allah adalah menggembirakan seorang muslim, atau menjauhkan kesusahan darinya, atau membayarkan hutangnya, atau menghilangkan laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’ktikaf di masjid ini (masjid Nabawi) selama sebulan…” (HR. Thabrani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, no. 13646).

Allahu Akbar! Luar biasa, amalan yang tidak kita sangka besarnya, bahkan lebih besar daripada berdiam diri di masjid selama satu bulan untuk beribadah (i’tikaf) di Masjid Nabawi. Beliau katakan amalan menemani seorang muslim untuk ia tunaikan kebutuhannya, itu adalah amalan yang besar dan amalan yang agung. Mengapa demikian? Karena menolong orang lain, menghilangkan rasa laparnya, mengatasi kesulitannya adalah amalan yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan amalan tersebut akan memberikan rasa kebahagian kepada para pelakunya.

Ada seorang sahabat yang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat ini mengeluhkan kekerasan dan kekakuan di dalam hatinya, ia tidak merasakan kebahagiaan. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنْ أَرَدْتَ أَنْ يَلِينَ قَلْبُكَ ، فَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ ، وَامْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ

“Jika engkau ingin agar hatimu menjadi lunak, maka berilah makan orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR. Ahmad no. 7576 dan 9018)

Kaum muslimin yang dirahamati Allah

Mungkin di antara kita ada yang bertanya, apa hubungannya kebahagiaan dengan memberi makan orang yang miskin? Apa hubungannya kebahagiaan dengan mengusap kepala anak yatim? Apa hubungan hal ini dengan kelembutan hati dan kebahagiaan?

Ingatlah wahai kaum muslimin, di dalam agama kita ada sebuah prinsip yang agung الجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ العَمَلِ “Balasan itu sesuai dengan amalan.” Jika seorang hamba berusaha menyenangkan hati orang lain, memikirkan kesulitan yang dihadapi orang lain, makan Allah juga akan menyenagkan hatinya. Oleh karenanya kita dapati sebagian orang, berletih-letih, berpayah-payah, pergi ke tempat yang jauh untuk membantu kaum muslimin, membawakan bantuan, mengumpulkan dana untuk diberikan kepada kaum muslimin, dia tidak pernah merasakan keletihan, padahal itu pekerjaan yang sangat berat, mungkin ia tidak mendapatkan dunia (upah) sepeser pun, akan tetapi mengapa ia bisa begitu betah melakukan itu semua? Karena ada kebahagiaan yang ia dapatkan. Allah yang memasukkan kebahagiaan dalam dirinya.

Oleh karenanya manusia yang paling berbahagia di muka bumi ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mengapa? Karena beliau adalah orang yang paling memikirkan bagaimana caranya membahagiakan orang lain. Allah Subahanahu wa Ta’ala berfirman,

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah)

Rasulullah merasa berat hatinya penderitaan para sahabatnya, penderitaan kaum muslimin secara umum, beliau menginginkan keimanan dan keselamatan bagi para sahabatnya dan umat beliau seluruhnya.

Ummul mukminin, Kahdijah radhiallahu ‘anha juga pernah memuji sifat suaminya ini, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa takut bahwa dirinya terancam saat menerima wahyu pertama,

كَلَّا أَبْشِرْ فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا وَاللَّهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَصْدُقُ الْحَدِيثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

“Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu, selama-lamanya. Demi Allah! Sesungguhnya, kamu telah menyambung tali persaudaraan, berbicara jujur, memikul beban orang lain, suka membantu orang yang tidak punya, menjamu tamu, dan sentiasa mendukung kebenaran.” (HR. Al-Bukhari no. 4572 dan Muslim no. 231)

Inilah sifat dasar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan sebelum beliau menerima wahyu. Khadijah menyebutkan beberapa sifat suaminya, yang kesemuanya menunjukkan bahwa beliau selalu berusaha membuat orang lain berbahagia; menyambung silaturahmi, jujur, memikul beban orang lain, membantu orang yang tidak punya, memuliakan tamu, dan mendukung kebenaran.

Dalam hadis yang lainnya dikisahkan, ada seorang budak wanita yang masih kecil menarik tangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menunaikan suatu keperluannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan budak tersebut membawanya ke tempat yang ia inginkan. Mengapa ini semua beliau lakukan? Karena beliau sangat ingin memasukkan kebahagiaan di hati orang lain.

Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling ingin membahagiakan orang lain, maka beliau adalah orang yang paling berbahagia.

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua:

إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ, وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَسْلِمًا. أما بعد:

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala

Setelah kita mendengarkan beberapa hadis tentang keutamaan membahagiakan orang lain, membahagiakan orang lain adalah amalan yang paling dicintai Allah, dan kita juga mendengarkan contoh praktek langsung dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagi kita adalah mengamalkannya. Mencari kebahagiaan dengan membahagiakan orang lain.

Jika Anda memiliki kelebihan rezeki, sumbangkanlah sebagian harta yang Anda miliki kepada orang-orang miskin, sumbangkan kepada orang-orang yang membutuhkan. Masukkan kebahagiaan di hati mereka, maka pasti Allah akan memasukkan kebahagiaan di hati Anda sekalian. Yakinlah akan hal ini, الجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ العَمَلِ “Balasan itu sesuai dengan amalan.” Tidak perlu sampai orang lain meminta, ketika ada keluarga, saudara, tentangga kita merasa sulit, maka kita bantu mereka dengan harta, tenaga, dan pikiran kita.

Yang merasa sulit membahagiakan saudaranya dengan harta, maka ia bisa bahagiakan saudaranya dengan bantuan tenaga atau pemikiran. Sehingga saudara kita mendapatkan ide dan solusi dari masalah yang ia hadapi.

Bagaimana mungkin Allah akan membiarkan orang-orang yang sibuk berpikir agar orang lain berbahagia, merasakan kesedihan, kegalauan di dalam hatinya, tidak mungkin! Yakinlah bahwasanya Allah akan membahagiakan orang yang ingin membahagiakan orang lain, dan lakukanlah amalan yang mulia ini dengan keikhlasan mengharap pahala dan ridha dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita orang-orang yang senantiasa membantu saudara-saudara kita, memasukkan kebahagiaan di hati-hati mereka, sehingga Allah memberikan kebahagiaan kepada kita di dunia maupun di akhirat kelak, Allahumma amin.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخَوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا

Al-Qur'an dan Umur

AL QURAN & UMUR

*Berkata Abdul Malik bin Umair:*

"Satu-satunya manusia yang tidak tua adalah orang yang selalu membaca Al-qur'an".

"Manusia yang paling jernih akalnya adalah para pembaca Al-qur'an".

*Berkata Al-imam Qurtubi :*
"Barang siapa yang membaca Al-qur'an,  maka Allah akan menjadikan ingatannya segar meskipun umurnya telah mencapai 100 tahun".

*Imam besar Ibrahim al-Maqdisi memberikan wasiat pada muridnya Abbas bin Abdi Daim rahimahullah.*

"Perbanyaklah membaca Al-qur'an jangan pernah kau tinggalkan, kerana sesungguhnya setiap yang kamu inginkan akan di mudahkan setara dengan yang kamu baca".

*Berkata Ibnu Solah :*

"Bahwasannya para Malaikat tidak diberi keutama'an untuk membaca Al-qur'an,  maka oleh karena itu para Malaikat bersemangat untuk selalu mendengar saja dari baca'an manusia".

*Berkata Abu Zanad :*

"Di tengah malam,  aku keluar menuju masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam sungguh tidak ada satu rumahpun yang aku lewati melainkan pada nya ada yang membaca Al-qur'an".

*Berkata Shaikhul Islam ibnu Taimiyyah:*

"Tidak ada sesuatu yang lebih bisa memberikan nutrisi otak, kesegaran jiwa, dan kesehatan tubuh serta mencakup segala kebahagiaan melebihi dari orang yang selalu melihat kitabullah ta'ala".

"Bergantunglah pada Alqur'an niscaya kau akan mendapatkan keberkahan".

*Berkata sebagian ahli tafsir :*

"Manakala kita menyibukkan diri dengan Al-qur'an maka kita akan di banjiri oleh sejuta keberkahan dan kebaikan di dunia".

"KAMI memohon kepada Allah agar mberikan taufiqnya kepada KAMI dan semua yang membaca tulisan ini untuk selalu membaca Al-qur'an dan mengamalkan kandungannya".

Semoga bermanfaat.

عيد الفطرالمبارك وكل عام وانتم بخير

Fadhila Shalat Tahajud

FADHILAH SHOLAT TAHAJUD.

Sahabat Abu Hurairah dan keluarganya membagi malam menjadi tiga bagian. Sepertiga pertama ia bangun dan shalat, sepertiga kedua istrinya bangun dan sepertiga ketiga anak laki-lakinya bangun, dan mereka bergantian saling membangunkan. Dalam hal ini Abu Hurairah melaksanakan Hadits Rasul SAW yang berbunyi “Semoga Allah swt memberikan rahmat seorang suami yang bangun malam untuk shalat kemudian membangunkan istrinya, apabila istrinya menolak ia percikan air kemuka istrinya, semoga Allah memberikan rahmat kepada seorang istri yang bangun dan shalat kemudian membangunkan suaminya, apabila suaminya menolak ia percikan air ke wajah suaminya “
HR. Abu Daud.

Salah seorang ulama terdahulu bangun di malam yang sangat dingin, saat meletakkan tangannya di bejana air, beliau merasakan sakit karena saking dinginnya air itu, beliau ingin kembali ke atas tempat tidur dan tidak wudhu, namun beliau paksakan mencelupkan tangannya ke dalam air seraya berkata: “sungguh ini lebih ringan daripada panasnya api jahanam”

‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Satu raka’at shalat malam itu lebih baik dari sepuluh rakaat shalat di siang hari.”

Hasan Al-Bashri berkata: Bersungguh-sunnguhlah (untuk beribadah) pada waktu malam dan perpanjanglah shalat kalian sehingga waktu menjelang pagi, kemudian duduklah untuk berdo’a, merendahkan diri
(dihadapan Allah) dan beristigfar.

Ada yang berkata pada Ibnu Mas’ud, “Kami tidaklah sanggup mengerjakan shalat malam.” Beliau lantas menjawab, “Yang membuat kalian sulit karena dosa yang kalian perbuat.”

Lukmanul Hakim berkata pada anaknya : "Janganlah ayam berkokok mengalahkan kalian. Suara ayam tersebut sebenarnya ingin menyeru kalian untuk bangun di waktu sahur, namun sayangnya kalian lebih senang terlelap tidur.”

Al Jaami’ li Ahkamil quran.

Ibnu Abbas berkata: “barangsiapa yang ingin dimudahkan oleh Allah dari lamanya berdiri pada hari kiamat maka hendaklah dia terlihat oleh Allah dalam keadaan sujud dan berdiri di kegelapan malam takut akan akhirat dan berharap rahmat Allah”

Mereka adalah hamba-hamba Allah yang menghabiskan waktu malamnya dalam sujud dan berdiri, menegakkan Shalat, mengangkat dirinya dari empuknya kasur, heningnya malam, mereka kalahkan godaan tidur, mengutamakan bermunajat pada Allah, mengharap pahalanya dan takut akan siksanya.

Shalat malam adalah menjauhkan diri dari keramaian hidup, bermunajat dengan Dzat yang Maha mulia, memohon ampunan dan maghfirohNya, mengharap belas dan kasihNya…Allahu Akbar….mereka tidak bisa menikmati tidur karena mengingat sepinya kubur, beratnya beban pada hari kebangkitan tatkala dibangkitkan semua yang ada di kubur, di buka semua yang di dada.

Oleh karenanya, Qotadah berkata: “orang munafiq tidak akan pernah (bisa) menghabiskan waktu malamnya dalam ketaatan”

Atha’ ibn Abi Rabah berkata “Sesungguhnya qiyamul lail itu menghidupkan badan, menerangi hati, membuat air muka bercahaya serta menguatkan penglihatan dan anggota badan, seseorang apabila melaksanakan qiyamul lail akan merasakan kegembiraan dan apabila terlewat qiyamul lailnya maka ia akan merasa sangat sedih seakan-akan ia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga “
..
Al-bidayah wa Nihayah 9/294..
الْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى أَحْيَانَا🌾 بَعْدَمَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

Rabu, 28 Juni 2017

Masjidil Haram

*Sedikit Rahasia Masjidil Haram*

Makkah - Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi adalah masjid terbesar di dunia. Tidak semua tempat dijelajahi jamaah Indonesia, padahal sudut-sudutnya punya rahasia.

Karena faktor lokasi hotel, seluruh jamaah Indonesia baik umrah atau haji, selalu masuk dari pintu King Fahd Gate dan King Abdul Aziz Gate. Padahal itu baru 2 dari 95 pintu masjid yang ada di sana.

Area yang dilewati jamaah menuju Kabah, ya itu-itu saja. Namun jika ada waktu, cobalah menjelajahi masjid suci ini, ada banyak hal menarik bisa ditemukan di sana.

1. Tempat Wudhu dekat Ka'bah
Ini anggapan keliru semua jamaah umrah: tempat wudhu Masjidil Haram cuma ada di luar dan itu jauuuuh sekali. Tidak heran, jamaah yang batal wudhu suka cuek berwudhu di keran air minum.

Padahal, ada banyak tempat wudhu di dekat Kabah. Tidak percaya? Kalau Anda berada di dekat Kabah, perhatikan semua tangga besar dan lebar dari lantai 1 untuk turun ke pelataran Kabah. Ada 5 di berbagai arah Kabah.

Nah, di bawah semua tangga besar ini tersembunyi tempat wudhu. Jadi jamaah tidak usah capek-capek pergi ke luar masjid.

2. Tempat Nobar Tutorial Umroh
Enaknya jadi jamaah Indonesia adalah didampingi pembimbing agama saat umrah dan haji. Tapi bagaimana dengan jamaah negara lain yang minoritas atau warga lokal?

Jangan bingung, Masjidil Haram menyediakan tontonan video tutorial umrah. Jamaah bisa nonton bareng video tutorial ini, supaya tahu bagaimana melakukan Tawaf dan Sai dengan benar. Tempat nobar ini ada di dekat pintu Gate 74.

3. Bagi-bagi buku agama gratis
Dapat buku-buku agama gratis? Mau dong! Tidak banyak jamaah Indonesia tahu kalau ada tempat bagi-bagi buku agama gratis di Masjidil Haram. Buku ini terdiri dari panduan umrah dan kumpulan doa-doa.

Enaknya jadi negera muslim terbesar, jamaah Indonesia bisa meminta buku-buku berbahasa Indonesia. Tinggal bilang, "Indonesia!" Petugas akan mengambilkan buku edisi bahasa ibu kita. Tempat pembagian buku ini ada di dekat pintu Gate 74.

4. Panduan Streaming Khutbah Jumat Via Ponsel
Salat Jumat di Masjidil Haram adalah pengalaman tiada dua bagi umat Islam di seluruh dunia. Tapi kalau tidak bisa bahasa Arab, bagaimana memahami khutbahnya?

Jangan khawatir, kamu bisa mendengarkan streaming audio terjemahan khutbah. Modalnya cukup punya ponsel yang aplikasi radio dan tentunya earphone.

Terjemahan khutbah tersedia dalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu dan tentunya bahasa Indonesia dong. Informasi panduan audio ini tersedia di dekat pintu Gate 74.

5. Khutbah Jumat dengan bahasa Isyarat
Untuk tuna rungu dan wicara yang berkomunikasi dengan bahasa isyarat, ada spot khusus untuk salat Jumat. Tidak besar, tapi bisa menampung sekitar 10 jamaah. Lokasinya ada di dekat pintu Gate 93.

Saat salat di sini, akan ada petugas yang menerjemahkan khutbah Salat Jumat dengan bahasa isyarat. Wah, sangat membantu nih!

6. "SPBU" Zam-Zam
Seluruh air minum di dalam Masjidil Haram adalah air zam-zam yang sumber airnya ada di bawah tanah Masjidil Haram. Jamaah bisa minum dari ratusan galon yang disebar di seluruh masjid. Galon-galon ini diisi secara berkala dan diantar petugas dengan kereta dorong.

Tapi penasaran nggak sih, zam-zam ini dibawa dari mana? Kalau penasaran, kamu pergi saja ke pintu Gate 93.

Di dekatnya, kamu bisa melihat stasiun pengisian air zam-zam. Petugas mengisi air dengan selang nozel seperti di pom bensin. Air disalurkan dari mesin pendingin, itu sebabnya air zam-zam rasanya seperti air kulkas.

7. Ekskalator ke atap Masjid
Salat di atap Masjidil Haram, bisa kok! Tapi tidak banyak jamaah yang tahu aksesnya.

Padahal, ada eskalator yang mengantar jamaah langsung ke atap Masjidil Haram. Lokasinya ada di dekat pintu Gate 91.

Salat di atap Masjidil Haram terkadang jadi pilihan jamaah -yang tahu letak eksalatornya- untuk salat Isya atau Subuh. Sebab pada siang hari, atap Masjidil Haram panas sekali.mks

Selasa, 27 Juni 2017

Kemampuan Anak yang Selalu Kalah

Kemampuan Anak yang Selalu kalah......

Orang tua tidak takut miskin memberi nafkah pada anaknya saat membesarkan mereka._
_Tapi banyak anak sering takut kekurangan saat menanggung orang tuanya dimasa tuanya._

_Lihat diri kita saat ini,_
_Sehebat apapun,_
_Suksespun setinggi langit,_
_tapi tanpa doa restu orang tua yang membesarkan kita_
_maka tidak akan ada ketenangan, keberkahan & kebahagiaan dalam hidup._

_Uang bisa dicari,_
_ilmu bisa digali_
_jabatan bisa kita raih_
_tapi kesempatan untuk mengasihi orang tua takkan terulang kembali._

_Satu ibu,_
_bisa merawat tujuh anaknya_
_tapi tujuh orang anak belumtentu bisa membahagiakan_
_satu orang ibu._

_Satu ayah,_
_bisa menghidupi 7 anaknya_
_tapi tujuh orang anak belum  tentu dapat menghidupi_
_satu orang ayah._

_Sesekali tengoklah orang tuamu,_
_tatap wajahnya ketika ia terlelap tidur_
_lihat kerutan di wajahnya,_
_lihat rambutnya yang kini mulai memutih,_
_lihat badannya,_ _yang dulu tegap kini mulai membungkuk,_
_semua telah berubah termakan waktu tapi tidak dengan kasih sayangnya..._

_Sudahkah kita membuatnya bahagia hari ini?_
_Sudahkah kita membuatnya bangga hari ini?_
_Sudahkah kita membuatnya tersenyum hari ini?_

_Tidak akan ada jasa yang mampu kita balas,_
_Tidak akan ada kebaikan yang mampu kita balas,_
_semua begitu banyak, begitu tulus._

_Yaa Allah Tuhanku_
_Hadiahkanlah Kebahagiaan untuk kedua orangtua kami atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang telah mereka berikan kepada kami._
_Aamin Yaa Rabbal 'Aalamiin._

_Maafkan ..._
_Ampuni ..._
_Terimakasih ......_
_Aku Mencintaimu Ayah, Ibu..._
_Kasihmu takkan pernah terganti_   

Hai anak Adam ...
_Perlakukanlah orang tuamu seperti RAJA, maka hidupmu akan seperti raja... Maaf dan mkz

Pintu Syurga ada di Rumah

SEMENTARA PINTU SYURGA MASIH TERBUKA  DIRUMAHMU, SEGERALAH MASUK, JANGAN SAMPAI TERTUTUP.*

Saya menziarahi seorang kawan yg kematian ibunya yang selalu dijaganya selama ini, dia berbisik kepada saya sewaktu bersalaman,
"Telah *HILANG PINTU SYURGA* di RUMAH saya..."

Saya hanya mengucap ta'ziah dan menyantuninya dengan nasehat untuk mengikhlaskan dan bersabar.

Apa maksud ucapannya *PINTU SYURGA di RUMAH nya telah HILANG ????*

Ini adalah satu PERKATAAN orang yang ber ILMU, orang yang MENGETAHUI......

Apa yang disebut oleh kawan saya ini pernah disebut oleh sorang tabi’in  *Iyas bin Mu’awiyah,* yang menangis tersedu-sedu ketika meninggal salah seorang dari orang tuanya.

Ketika ditanya pada beliau,
“Mengapa engkau menangis sedemikian rupa ?"
Maka beliau menjawab;
*“aku tidak MENANGIS karena KEMATIAN,* sebab yang *HIDUP pasti akan MATI....*
Akan tetapi yang membuat aku menangis karena dahulu aku memiliki *DUA PINTU ke SYURGA*... ,
Tapi hari ini *TERTUTUP*lah *SATU PINTU* dan tidak akan di buka lagi sampai hari Kiamat.
Aku memohon kepada *ALLAH TA'ALA* agar aku bisa menjaga *pintu SYURGA yang keDUA.*

Apa yang disebut oleh Iyas ini adalah berkaitan dengan sabda *Rasulullah* dari *Abu Darda RA.* 
*Rasulullah* bersabda:
الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ
*ORANG TUA* ( ibu & ayah) adalah *PINTU SYURGA* yang paling tengah .
Kamu bisa *MENSIA-SIA kan* pintu itu atau kamu *MENJAGA nya* . (HR. Ahmad 28276, Turmudzi 2022, Ibn Majah 3794, dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).

Jadi kedua *IBU BAPA* kita adalah ibarat *PINTU SYURGA* bagi setiap *ANAK,*
dengan maksud jika kita *BERKHIDMAT dan BERBUAT BAIK* kpd *KEDUA* nya, maka *ALLAH* akan beri ganjaran *SYURGA, tapi siapa yg *MENSIA-SIA kan PELUANG* ini, akan *TERLEPAS lah PELUANGNYA* menuju *SYURGA.*

Bahkan mereka itu *CELAKA*
*Rasulullah* bersabda :
*CELAKA, CELAKA, CELAKA.*
Lalu ditanyakan kepada *Baginda,* *SIAPA* (yang celaka)
wahai *Rasulullah ??*.
Maka *Baginda* bersabda :
*"SIAPA* saja yang menjumpai *KEDUA ORANG-TUA*nya, baik *SALAH SATU atau KEDUA-DUA*nya *di KALA mereka LANJUT USIA,* akan *TETAPI* (perjumpaan tersebut) tidak memasukkannya ke *syurga* .
*(HR. Muslim)*

Saya hendak mengajak kalian semua agar *TIDAK MENSIA-SIAkan* peluang *PINTU SYURGA* yang ada di *RUMAH kamu*, *LEBIH- LEBIH* lagi jika *USIA KEDUA ORANG TUA* telah lanjut, *MELANGKAH* lah ke *PINTU SURGA* itu dengan *BERBUAT BAIK* kpd *KEDUAnya* .
Sebelum kita *meninjau KELUAR untuk mencari SYURGA...*

JANGAN *abaikan PINTU SYURGA* yg dilekatkan dan Allah karuniakan melalui *IBU BAPA*  dirumah kita .

Dalam hidup ini, *ALLAH* buka banyak kesempatan untuk dapat munuju *SYURGA,* *SADARLAH* untuk merebutnya,  jangan sampai *LALAI hingga kita TIDAK BISA meREBUT*nya.

Kemudian *ALLAH* ambil balik *SATU demi SATU* peluang ini,
Maka *TERTUTUP lah SATU demi SATU* kesempatan emas untuk ke *SYURGA* melalui pintu *KETAATAN* kepada *IBU BAPA* kita.

*MEREKA yang LALAI dengan DUNIA*nya tidak akan terasa apa-apa dengan *TERTUTUP nya PINTU SYURGA* untuknya, tetapi mereka yang mengetahui, seperti SAHABAT saya ini, akan melihat *WAFAT nya IBU atau BAPA* bagai *TERTUTUP* nya *PINTU SYURGA di RUMAH nya .*maaf dan mks

Senin, 26 Juni 2017

Konsep Pendidikan Menurut Dr Muhammad Natsir


Konsep Pendidikan Mohammad Natsir

Oleh : Badrul Tamam

“Madju atau mundurnja salah satu kaum bergantung sebagian besar kepada peladjaran dan pendidikan jang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada satu bangsa jang terbelakang menjadi madju, melainkan sesudahnja mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka.” Ini adalah salah satu bunyi pidato Mohammad Natsir dalam bidang pendidikan yang beliau sampaikan pada rapat Persatuan Islam di Bogor, 17 Juni 1934.[1]

Nama Mohammad Natsir begitu penting dalam wacana pemikiran Islam di Indonesia. Beliau dikenal sebagai pahlawan nasional yang kiprahnya dalam memajukan bangsa ini, khususnya umat Islam, di waktu lampu telah diakui oleh berbagai kalangan. Bahkan, pengaruh dari usaha beliau masih dirasakan hingga sekarang. 

Pak Natsir (sapaan akrab beliau) tidak hanya dikenal sebagai sosok negarawan, pemikir modernis, mujahid dakwah. Tapi, beliau dikenal juga sebagai seorang aktivis pendidik bangsa yang telah menorehkan episode sejarahnya di Indonesia sejak awal kemerdekaan hingga masa orde baru. Pemikirannya banyak digali dan dijadikan sebagai titik tolak kebangkitan umat Islam dalam berbagai macam bidang.

Pada tahun 1940 hingga 1945, pak Natsir menjabat sebagai kepala biro pendidikan Kodya Bandung dan merangkap sebagai sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. Hal ini sebagai bukti tambahan bahwa beliau sudah bersinggungan dengan dunia pendidikan sejak mudanya. Tentunya beliau memiliki pemikiran dalam bidang pendidikan yang patut untuk digali oleh generasi sesudahnya, agar mendapatkan gambaran nyata tentang konsep beliau dalam masalah pendidikan.

Pendidikan Menurut M. Natsir

Beliau berpendapat bahwa pendidikan bukanlah bersifat parsial, pendidikan adalah universal, ada keseimbangan (balance) antara aspek intelektual dan spiritual, antara sifat jasmani dan rohani, tidak ada dikotomis antar cabang-cabang ilmu.[2]

Beliau sangat tegas menolak teori dikotomi ilmu yang memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Makanya beliau menampik pemisahan pendidikan agama dan pendidikan umum. Dikotomi ilmu agama dan ilmu umum adalah teori yang lahir dari rahim sekularisme.[3]

Hal ini tentunya sesuai dengan pandangan al-Qur’an tentang manusia. Bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki unsur jasmani dan rohani, fisik dan jiwa yang memungkinkan ia diberi pendidikan. Selanjutnya manusia ditugaskan untuk menjadi khalifah muka bumi sebagai pengamalan ibadah kepada Allah dalam arti seluas-luasnya.[4] Ia tidak akan bisa melaksakan tugas ini sebaik-baiknya kecuali dengan penguasaan yang baik terhadap kedua ilmu ini. Selain itu bahwa tujuan manusia adalah untuk mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, tidak akan diperoleh dengan sempurna kecuali dengan keduanya.

Pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Tujuan pendidikan Islam sama dengan tujuan kehidupan manusia. Menurut Hasan Langgulung, tujuan pendidikan Islam tidak bisa dipisahkan dari tujuan kehidupan manusia, tujuan ini tercermin dalam al Qur’an Surat Al-An’am: 162.

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.”[5]

Urgensi Pendidikan Menurut M. Natsir

Pak Natsir memandang pendidikan sebagai satu hal yang sangat penting. Keberadaannya menjadi prasyarat kemajuan sebuah bangsa. Di antara pernyataan beliau yang telah disebutkan di awal tulisan ini.

Madju atau mundurnja salah satu kaum bergantung sebagian besar kepada peladjaran dan pendidikan jang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada satu bangsa jang terbelakang menjadi madju, melainkan sesudahnja mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka.

Beliau berpandangan bahwa kemunduran dan kemajuan tidak bergantung pada ketimuran atau kebaratan. Tidak bergantung pada putih, kuning, atau hitamnya warna kulit. Tapi bergantung kepada ada atau tidaknya sifat-sifat atau bibit kesanggupan dalam salah satu umat, yang menjadikan mereka layak atau tidak menduduki tempat yang mulia di atas dunia ini. Dan ada atau tidaknya sifat-sifat dan kesanggupan (kapasitet) ini bergantung kepada didikan jasmani dan rohani yang mereka terima untuk mencapai yang demikian. [6]

            Terkhusus dalam perjuangan Islam, peran pendidikan, menurutnya, begitu sangat signifikan. beliau berpandangan bahwa dunia pendidikan adalah bagian dari kekuatan umat Islam yang harus senantiasa dijaga, dipikirkan dan diberdayakan. Hal ini sebagaimana pesan beliau kepada jama’ahnya yang disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Dakwah Indonesia, Ust. Syuhada Bahri:

Pak Natsir selalu berpesan kepada jama’ahnya, ada tiga kekuatan umat, yaitu masjid, kampus, dan pesantren. Ini adalah basis kekuatan Islam. Beliau meminta umat untuk memikirkan dan memberdayakan itu.[7]

Tujuan Pendidikan Islam

Bagi M. Natsir, fungsi tujuan pendidikan adalah memperhambakan diri kepada Allah SWT semata yang bisa mendatangkan kebahagiaan bagi penyembahnya.[8] Hal ini juga yang disimpulkan oleh Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, tentang tujuan pendidikan Islam menurut M. Natsir, bahwa pendidikan Islam ingin menjadikan manusia yang memperhambakan segenap rohani dan jasmaninya kepada Allah SWT.[9]

Hal ini sesuai dengan konsep Islam terhadap manusia itu sendiri. Bahwa mereka diciptakan oleh Allah untuk menghambakan diri hanya kepada Allah semata. Oleh karenanya segala usaha dan upaya manusia harus mengarah ke sana, di antaranya adalah pendidikan.

Firman Allah Ta’ala:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat: 56)

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ 

“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam’.” (QS. Al-An’am: 162)

Menurut M. Natsir antara tujuan pendidikan dan tujuan hidup tidak dapat dipisahkan. Keduanya sama (identik). Tujuan pendidikan adalah tujuan hidup. Beliau mengatakan:

Akan memperhambakan diri kepada Allah, akan menjadi hamba Allah, inilah tudjuan hidup kita di atas dunia ini. Dan lantaran itu, inilah pula tudjuan didikan yang wajib kita berikan kepada anak-anak kita, jang lagi sedangv menghadapi kehidupan.[10]

Menyembah Allah, meliputi semua ketaatan dan ketundukan kepada semua perintah ilahi, yang membawa kepada kebesaran dunia dan akhirat, serta menjauhkan diri dari semua larangan-larangan yang menghalangi tercapainya kemenangan dunia dan akhirat itu. Untuk menjadi hamba Allah yang sebenarnya harus memiliki sifat dan syarat-syaratnya, di antaranya berilmu.

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Faathir: 28)

Memperhambakan diri semacam ini adalah kepentingan dan keperluan yang menyembah bukan yang disembah.

“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58)

Penghambaan kepada Allah yang menjadi tujuan hidup dan tujuan pendidikan kita, bukanlah suatu penghambaan yang memberi keuntungan bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan bagi yang menyembahnya.

وَمَنْ شَكَرَ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ رَبِّي غَنِيٌّ كَرِيمٌ

“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)

Supaya menjadi orang yang memperhambakan segenap jasmani dan rohaninya kepada Allah SWT untuk kemenangan dirinya dalam arti yang seluas-luasnya yang dapat dicapai oleh manusia, itulah tujuan hidup manusia di dunia ini dan tujuan pendidikan Islam yang harus diberikan kepada generasi Islam.[11] Tujuan ini beliau istilahkan dengan Islamictisch paedagogisch Ideal.[12]

Tauhid Sebagai Dasar Pendidikan

Konsep ini pertama kali dimunculkan oleh M. Natsir pada tahun 1937, melalui artikelnya di majalah Pedoman Masyarakat yang bertajuk tauhid sebagai dasar pendidikan.

Tauhid harus menjadi dasar berpijak setiap muslim dalam melakukan segala kegiatannya, diantaranya pendidikan. M. Natsir juga menggariskan bahwa tauhid haruslah dijadikan dasar dalam kehidupan manusia, diantaranya dalam masalah pendidikan. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang diasaskan pada tauhid.

Mengenal Tuhan, men-tauhidkan Tuhan, mempertjajai dan mejerahkan diri kepada Tuhan, tak dapat harus mendjadi dasar bagi tiap-tiap pendidikan jang hendak diberikan kepada generasi jang kita latih, djikalau kita sebagai guru ataupun sebagai Ibu-Bapa, betul-betul tjinta kepada anak-anak jang dipertaruhkan Allah kepada kita.[13]

Beliau berpandangan bahwa pendidikan tauhid harus diberikan kepada anak sedini mungkin, selagi masih muda dan mudah dibentuk, sebelum didahului oleh materi dan ideologi dan pemahaman lain. Supaya ia memiliki tali Allah untuk bergantung. “Hubungan dengan manusia dan sesama machluk dapat diadakan kapan sadja waktunya. Akan tetapi hubungan dengan Ilahi tidaklah boleh dinanti-nantikan setelahnja besar atau berumur landjut.” [14] Kata beliau.

Hasil dari pendidikan model ini akan melahirkan generasi-generasi yang memiliki hubungan kuat dengan penciptanya serta mengutamakan mu’amalah sesama makhluk. Dan inilah dua syarat wajib untuk mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan hidup, lahir dan batin.

Allah berfirman (yang M. Natsir terjemahkan): “Malapetaka dan kehinaanlah yang akan menimpa mereka, di mana sadja mereka berada, ketjuali apabila mereka mempunyai hubungan dengan Allah dan pertalian sesama manusia.” (QS. Ali Imran: 112)[15]

Menurut Natsir, meninggalkan dasar tauhid dalam pendidikan anak merupakan kelalaian yang amat besar. Bahayanya, sama besarnya, dengan penghianatan terhadap anak-anak didik. Walaupun sudah dicukupkan makan dan minumnya, pakaian dan perhiasannya, serta dilengkapkan pula ilmu pengetahuan untuk bekal hidupnya. Semua ini, menurutnya, tidak ada artinya apabila meninggalkan dasar ketuhanan (ketauhidan) dalam pendidikan mereka.[16]

M. Natsir memandang bahwa lahirnya para intelektual muslim yang menentang Islam dan kelompok yang wastern-minded adalah akibat dari pendidikan yang tidak berbasis agama yang benar. Dari sinilah beliau melihat sisi pentingnya tauhid sebagai dasar dari pendidikan Islam.[17]

Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan Islam haruslah berisi pelajaran yang bisa menghantarkan kepada tujuan pendidikan dalam Islam. yaitu menjadi khalifah di muka bumi ini sebagai bentuk ibadah kepada Allah dalam arti yang luas. Materi ini tidak terbatas pada pelajaran keagamaan tapi juga mencakup pelajaran ilmu pengetahuan umum dan teknologi (scient). Hal dapat kita lihat dari pendangan M. Natsir tentang barat dan timur yang tidak beliau pertentangkan dalam menuntut ilmu.

Beliau tidak setuju adanya dikotomi materi pendidikan, antara pendidikan barat (ilmu pengetahuan umum/scient) dan pendidikan timur (keagamaan). Bahwa kalau lembaga pendidikan scient harus tidak diajarkan ilmu Islam, sedangkan lembaga pendidikan Islam tidak boleh belajar ilmu pengetahuan modern (scient). Tetapi beliau berusaha menggabungkan dua meteri tersebut. Karena dien melingkupi berbagai macam keterangan hidup. Karena seorang muslim tidak mungkin pengkaji ilmu pengetahuannya dengan melepaskannya dari Islam. Jika ilmu pengetahuan dipisahkan dari ilmu agama maka akan lahir para ilmuwan yang tidak beragama atau para agamawan yang tidak berilmu.[18]

M. Natsir berusaha menggabungkan pendidikan pengetahuan umum dengan agama. Beliau tidak sepakat dengan sistem pendidikan sekular, yang memisahkan agama dari dunia. Maka pada Juni 1938, sebagaimana yang ditulis dalam Pandji Islam dan Pedoman Masyarakat, beliau mengkritik keras sebuah pemikiran pendirian tiga sekolah tinggi di Jakarta, Solo, dan Surabaya.

Di Jakarta didirikan Perguruan tinggi yang bersifat kebaratan, dalam bidang umum saja, tanpa ada pelajaran agama Islam. yang diprioritaskan bagi lulusan H.B.S atau A.M.S, dan tidak dibuka kesempatan bagi lulusan Tsanawiyah Islam. Di Solo didirikan sekolah tinggi untuk para muballighin, sedangkan di Surabaya didirikan sekolah tinggi untuk para alumni pesantren. Dalam gagasan ini sekolah diterapkan dikotomi ilmu. Bahwa perguruan tinggi bidang pengetahuan umum tidak perlu diajarkan masalah agama. Sedangkan perguruan tinggi yang mengajarkan agama tidak usah diajarkan ilmu pengetahuan umum. Menurut beliau hal ini akan berakibat pada lahirnya para intelektual yang menentang Islam dan dan kelompok yan western-minded.[19]

M. Natsir menyadari bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat tidak didapat melalui penguasaan ilmu agama semata, tetapi juga ilmu pengetahuan umum (saint) dan teknologi yang merupakan perangkat untuk mengemban perintah Allah. Oleh karenanya, dalam sekolahan yang didirikannya “PENDIS” memadukan pendidikan Islam dengan pendidikan umum. “Beliau ingin membuktikan kepada Belanda dan masyrakat bahwa pendidikan dan perguruan Islam mampu bersaing dengan pendidikan konvensional lainnya mencetak output yang berkualitas.” Ungkap Gamal Abdul Nasir Zakaria. [20]

Belajar Boleh Ke Mana Saja

M. Natsir termasuk orang yang memiliki pandangan luas. Menatap jauh ke depan. Tidak melihat dunia seluas daun kelor. Ia memandang bahwa barat dan timur merupakan bumi ciptaan Allah. Semuanya milik Allah. Kedua-duanya memiliki kelebihan dan kekurangan, kebaikan dan kejelekan. Beliau tidak mempertentangkan barat dan timur dalam masalah ilmu pengetahuan, tapi beliau tegas mempertentangkan antara haq dan batil. Dan inilah antagonisme yang dikenal oleh Islam. Semua yang hak harus diterima walaupun datangnya dari barat, sedangkan yang batil akan harus disingkirkan walaupun datangnya dari timur.

Beliau menganjurkan umat Islam agar tidak terlalu mempertentangkan antara barat dan timur dalam bidang pengetahuan. Dalam masalah ilmu pengetahuan dan sciens untuk kemakmuran duniawi umat Islam, boleh mengambil dari dunia barat yang pada kenyataannya lebih maju. Karena sebagai hamba Allah dilarang melupakan nasibnya di dunia ini. Ia dituntut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang halal.[21]

Menurut beliau, jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, bukanlah dua hal yang bertentangan yang harus dipisahkan. Melainkan dua serangkai yang harus saling melengkapi dan dilebur menjadi satu susunan yang harmonis dan seimbang.[22]

Tanggungjawab Pendidikan Anak

Pendidikan anak dalam Islam, sesuai yang dipahami M. Natsir, pada dasarnya adalah menjadi tanggung jawab ibu-bapak (orang tua). Hukumnya fadlu ‘ain. Karena anak, dalam pandangan Islam, adalah amanat bagi keduanya yang harus dididik dan dipimpin. Keduanya bertanggungjawab atas anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6)

Menurut M. Natsir, maksud ayat ini adalah: “harus kita berikan kepada anak dan istri kita didikan yang memeliharanya dari dari kesesatan dan memberi keselamatan kepadanya di dunia dan akhirat.”[23]

Sabda Rasulullah SAW: “Tiada seorang bayipun yang lahir melainkan dilahirkan di atas fitrah. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nashrani.” (HR. Bukhari)

Mengurus pendidikan anak-anak orang Islam bukan hanya menjadi fardlu ‘ain bagi orang tuanya, tapi juga menjadi fadlu kifayah bagi tiap-tiap anggota dalam sebuah masyarakat. Beliau dasarkan pada firman Allah QS. Ali Imran: 104

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung.”

Kaum muslimin wajib mengadakan satu kelompok yang mengadakan pendidikan untuk anak-anak orang Islam, supaya pendidikan mereka tidak digarap oleh orang-orang yang tidak sehaluan, tidak sedasar, tidak seiman, dan tidak seagama. hal ini sesuai dengan perintah Allah dan pesan Rasulullah SAW.

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ

Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri. . . . (QS. Al-Baqarah: 109)

Peran M. Natsir Dalam Dunia Pendidikan

Jejak M. Natsir dalam bidang pendidikan sudah ada sebelum negeri ini merdeka. Ketika Indonesia berada di bawah jajahan Jepang (1942-1945) seluruh partai Islam dibubarkan kecuali empat organisasi islam yang tergabung dalam MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) yaitu; NU, Muhammadiyah, PUI yang berpusat di Majalengka, dan PUII yang berpusat di Sukabumi. Empat generasi tersebut kemudian tergabung dalam satu wadah, yaitu MASJOEMI, penjelmaan baru MIAI. Pada 1945 Masjoemi mengadakan rapat yang menghasilkan dua putusan penting, pertama, membentuk barisan mujahidin dengan nama Hizbullah untuk berjuang melawan sekutu. Kedua, mendirikan perguruan tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI), STI kemudian hari menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Maksud berdirinya STI adalah untuk memberikan pendidikan tinggi tentang agama Islam, sehingga dapat bagi masyarakat di kemudian hari. Dewan Ketua Kurator STI dijabat Mohammad Hatta dan Natsir sebagai sekretarisnya. Rektor Magnificus oleh KH. A. Kahar Muzakkir dan Natsir pula sebagai sekretarisnya, dan Prawoto Mangkusasmito sebagai wakil sekretaris.

Di samping menjabat sebagai sebagai sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta, Pak Natsir, di kala itu, menjabat sebagai kepala biro pendidikan Kodya Bandung.

Pada tahun 1932-1942, beliau memimpin Lembaga Pendidikan Islam (PENDIS). Lembaga ini menjadi model alternative dari sistem pendidikan kolonial. Sekaligus hadir sebagai jawaban dari sistem pendidikan sekular belanda saat itu. Beliau berpendapat pendidikan bukanlah bersifat parsial. Pendidikan adalah universal, ada keseimbangan (balance) antara aspek intelektual dan spiritual, antara sifat jasmani dan rohani, tidak ada dikotomis antar cabang-cabang ilmu.[24] Beliau berusaha menggabungkan pendidikan pengetahuan umum dengan agama. Beliau tidak sepakat dengan sistem pendidikan sekular, yang memisahkan agama dari dunia. Pendis juga menjadi cikal bakal lahirnya Universitas Islam Bandung (UNISBA), yang saat menjadi universitas terpandang di kota kembang.[25]

Setelah matang membangun Pendis, Natsir mengarahkan andilnya untuk membangun perguruan Islam lainnya. Beliau melakukan adanya koordinasi dan penyelarasan program pendidikan perguruan Islam bakal melahirkan institusi pendidikan Islam yang memiliki keseragaman dasar dan cita-cita. Guna merealisasikan tujuannya ini, beliau menyeru perguruan dan institusi pendidikan Islam di Indonesia untuk membentuk wadah bersama yang diberi nama Perikatan perguruan –Perguruan Muslim (PERMUSI).[26]

Beliau juga tercatat sebagai penggagas di balik berdirinya Badan Kerja Sama Perguruan tinggi Islam Swasta (BKS PTIS) yang kini memiliki anggota lebih dari 500 PTIS se Indonesia.[27]

Dari gagasan M. Natsir lahirlah kampus-kampus Islam yang memiliki nama besar, seperti Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan, Universitas Islam Bandung (UNISBA) di Bandung, Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Makasar, Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) di Semarang, Universitas Islam Riau (UIR) di Riau, Universitas Al-Azhar Indonesia, dan LPDI Jakarta yang kini menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir.

Pada tahun 1982, M. Natsir juga pernah mengkritik keras isi buku PMP yang berisi ajaran Pruralisme agama. Di antaranya dalam hal 14 yang berbunyi: semua agama di Indonesia adalah baik dan suci tujuannya. Setelah dikoreksi kalimat tersebut berbunyi, “Semua agama di Indonesia adalah baik dan suci tujuannya, menurut agama masing-masing.” Koreksi ini kata beliau, bukan memperjelas, tapi membingungkan. “Mana ada satu agama yang tidak menganggap dirinya sendiri suci dan benar? Apakah dianggap perlu, PMP mengajarkan kepada anak keturunan kita yang sedang tumbuh itu umpamanya, kertas putih ini warnanya putih!?” tulis M. Natsir.[28]

Penutup

Inilah pemikiran Pak M. Natsir dalam dunia pendidikan, yang membuktikan bahwa beliau seorang tokoh Islam yang memiliki pandangan luas tentang kemaslahatan umat Islam. semoga kita sebagai generasi yang datang sesudahnya mampu mengembangkan pemikiran-pemikiran beliau untuk kemalahatan Islam dan kaum muslimin. Wallahu A’lam bi ash-Shawab!!!

Kamis, 22 Juni 2017

Keluarga Nabi di Hari Fitri

KELUARGA NABI DI HARI FITRI*

Oleh: Fauz Noor (Kyai Bedus)

PADA saat malam Takbiran, Ali ibn Abi Thalib terlihat sibuk membagi-bagikan gandum dan kurma. Bersama istrinya, Sayyidah Fathimah az-Zahra, Ali menyiapkan tiga karung gandum dan dua karung kurma. Terihat, Sayyidina Ali memanggul gandum, sementara istrinya Fathimah menuntun Hasan dan Husein. Mereka sekeluarga mendatangi kaum fakir miskin untuk disantuni.

Esok harinya tiba salat ‘Idul Fitri. Mereka sekeluarga khusyuk mengikuti salat jama’ah dan mendengarkan khutbah. Selepas khutbah ‘Id selesai, keluarga Rasulullah Saw. itu pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri.

Sahabat beliau, Ibnu Rafi’i bermaksud untuk mengucapkan selamat ‘Idul Fitri kepada keluarga putri Rasulullah Saw. Sampai di depan pintu rumah, alangkah tercengang Ibnu Rafi’i melihat apa yang dimakan oleh keluarga Rasulullah itu.

Sayyidina Ali, Sayyidatuna Fathimah, Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husein yang masih balita, dalam ‘Idul Fitri makanannya adalah gandum tanpa mentega, gandum basi yang baunya tercium oleh sahabat Nabi itu. Seketika Ibnu Rafi’i berucap istighfar, sambil mengusap-usap dadanya seolah ada yang nyeri di sana. Mata Ibnu Rafi’i berlinang butiran bening, perlahan butiran itu menetes di pipinya.

Kecamuk dalam dada Ibnu Rafi’i sangat kuat, setengah lari ia pun bergegas menghadap Rasulullah Saw. Tiba di depan Rasulullah, “Ya Rasulullah, ya Rasulullah, ya Rasulullah. Putra baginda, putri baginda dan cucu baginda,” ujar Ibnu Rafi’i. “Ada apa wahai sahabatku?” tanya Rasulullah.

“Tengoklah ke rumah putri baginda, ya Rasulullah. Tengoklah cucu baginda Hasan dan Husein.”

“Kenapa keluargaku?”

“Tengoklah sendiri oleh baginda, saya tidak kuasa mengatakan semuanya.”

Rasulullah Saw. pun bergegas menuju rumah Sayyidatuna Fathimah az-Zahra r.a. Tiba di teras rumah, tawa bahagia mengisi percakapan antara Sayyidina Ali, Sayyidatuna Fathimah dan kedua anaknya. Mata Rasulullah pun berlinang. Butiran mutiara bening menghiasi wajah Rasulullah Saw. nan suci.

Air mata Rasulullah berderai, melihat kebersahajaan putri beliau bersama keluarganya. Di hari yang Fitri, di saat semua orang berbahagia, di saat semua orang makan yang enak-enak. Keluarga Rasulullah Saw. penuh tawa bahagia dengan gandum yang baunya tercium tak sedap, dengan makanan yang sudah basi.

“Ya Allah, Allahumma Isyhad. Ya Allah saksikanlah, saksikanlah. Di hari ‘Idul Fitri keluargaku makanannya adalah gandum yang basi. Di hari ‘Idul Fitri keluargaku berbahagia dengan makanan yang basi. Mereka membela kaum papa, ya Allah. Mereka mencintai kaum fuqara dan masakin. Mereka relakan lidah dan perutnya mengecap makanan basi asalkan kaum fakir-miskin bisa memakan makanan yang lezat. Allahumma Isyhad, saksikanlah ya Allah, saksikanlah,” bibir Rasulullah berbisik lembut.

Sayyidatuna Fathimah tersadar kalau di luar pintu rumah, bapaknya sedang berdiri tegak. “Ya Abah, ada apa gerangan Abah menangis?” Rasulullah tak tahan mendengar pertanyaan itu. Setengah berlari ia memeluk putri kesayangannya sambil berujar, “Surga untukmu, Nak. Surga untukmu.”

Demikianlah, menurut Ibnu Rafi’i, keluarga Rasulullah Saw. pada hari ‘Idul Fitri senantiasa menyantap makanan yang basi berbau apek. Ibnu Rafi’i berkata, “Aku diperintahkan oleh Rasulullah Saw. agar tidak menceritakan tradisi keluarganya setiap ‘Idul Fitri. Aku pun simpan kisah itu dalam hatiku. Namun, selepas Rasulullah Saw. wafat, aku takut dituduh menyembunyikan hadits, maka aku ceritkan agar jadi pelajaran bagi segenap kaum Muslimin.” (Musnad Imam Ahmad, jilid 2, hlm. 232).

Ya Rasulullah, begitu mulianya hati baginda bersama keluarga. Siapa gerangan yang tak malu? Siapa orangnya yang tak kelu? Kami di hari nan fitri, makanan kami lezat-lezat, makanan kami enak-enak. Harus kami apakan diri ini, ya Rasul? Kami malu.

Ya Rasulllah, teteskan kemuliaan jiwa baginda kepada kami, teteskan walau hanya setitik, agar jiwa kami semua tiada tandus dari kasih. Ya Rasulallah, berikan kedermawanan jiwa baginda dan keluarga kepada kami dan keluarga kami. Lapangkan dada kami untuk tidak terpukau oleh kemilau dunia sementara kaum fakir-miskin menderita. Luaskan hati kami untuk bisa mencintai kaum papa sebagaimana baginda telah memberikan teladan yang begitu sangat mulia.

Allâhumma shalli wa sallim ‘ala Sayyidinâ Muhammad wa ‘ala Ali Sayyidina Muhammad

Senin, 12 Juni 2017

Peristiwa Ramadhan yang Memilukan

*PERISTIWA RAMADHAN YANG MEMILUKAN*

“Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”

Itulah teriakan Abdurrahman bin Muljam Al Murodi (Khawarij) ketika menebas tubuh Ali bin Abi Thalib, -karomallahu wajhah- pada saat bangkit dari sujud shalat Subuh pada 19 Ramadhan 40 H itu.
Abdur Rahman bin Muljam menebas tubuh Sayidina Ali bin Thalib dg pedang yg sudah dilumuri racun yang dahsyat. Racun itu dibelinya seharga 1000  Dinar.
Tubuh Sayidina Ali bin Abi Thalib mengalami luka parah, tapi beliau masih sedikit bisa bertahan. 3 hari berikutnya (21 Ramadhan 40 H) nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasululah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam.

Ali dibunuh setelah dikafirkan.
Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Allah.
Ali dibunuh atas nama hukum Allah.
Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khawarij yang saat ini mulai ditiru oleh sebagian umat Islam.

Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Surat Al Baqarah ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ
“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh khalifah Ali, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishas. Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:

“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya mencabut suami Sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah.

Seorang ahli surga harus meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah.

Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.

Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang shalih, zahid dan bertakwa dan mendapat julukan Al-Muqri’.
Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang hafidz  (penghafal Alquran) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Alquran kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:
“Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Alquran yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Alquran kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar.

Meskipun Ibnu Muljam hafal Alquran, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada sekte Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit. Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah dan Rasulullah.

Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan saleh yag menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiai dan ulama.

Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Alquran di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:

Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Alquran. Dimana bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Alquran dan mereka menyangka bahwa Alquran itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Alquran itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya. (Sahih Muslim, hadits No.1068)

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.

Wahai kaum muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam.
Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru. Islam itu agama Rohmatan Lil Alamin. Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul.

Ihdinasshiratal mustaqim.

اللهم ثبت قلوبنا على دينك الحق،  آمين...

Minggu, 11 Juni 2017

Sedekah dan Infak

*_Sedekah Pada Orang Miskin Atau Pada Karib Kerabat?_*

*Karib Kerabat adalah semua yang mempunyai hubungan darah dengan kita mulai dari ibu bapak, saudara kandung, paman, bibi, keponakan dan saudara sepupu.*

Pertanyaan diatas mungkin dirasa sepele namun kenyataannya, kebanyakan muslim yang belum tahu lebih memilih untuk bersedekah pada fakir miskin daripada bersedekah terhadap keluarga atau kerabatnya sendiri.

Padahal, *_Setiap perintah sedekah dan infak di dalam al Qur’an, selalu yang pertama kali disebutkan adalah  karib kerabat_*

Seperti yang termaktub dalam ayat berikut ini:

وءاتى المال على حبه ذوى القربى

“….dan memberikan harta yang ia cintai kepada karib-kerabat…..” (QS. Al Baqarah 177)

وءات ذى القربى حقه والمسكين

“Dan berikanlah kepada karib-kerabat akan haknya dan orang miskin….” (QS. Al Isra 26)

Dan banyak lagi ayat lain yang senada dengan itu.

*Jika kita cermati, ada satu pesan yang sangat penting untuk kita amalkan. Yaitu mendahulukan karib kerabat atau orang terdekat untuk menerima infak atau apapun bentuk kebaikan. Sebelum kita memberi kepada orang lain, kita harus perhatikan apakah ada di antara orang terdekat yang masih membutuhkan atau semua sudah makmur, tidak perlu disantuni lagi.*

Amat disayangkan bila seseorang memiliki kekayaan yang membuat ia mampu menyantuni orang lain, dan sangat peduli  dengan masalah sosial di lingkungannya sehingga ia mudah memberi kepada fakir miskin, anak yatim dan berbagai bentuk amal sosial lainnya. Namun sayang beribu sayang ia sangat cuek dan pelit kepada karib kerabatnya sendiri. Barangkali ia merasa pemberian kepada keluarga terdekat tidak mendapatkan pahala. Padahal justru itulah yang lebih besar pahalanya di sisi Allah. Oleh karena itu pemahaman yang salah ini perlu diluruskan.

Tidakkah memilukan, bila seseorang tinggal di rumah yang bagaikan istana, sementara saudara kandungnya tinggal di rumah RSSS (rumah sangat sederhana sekali). Tidakkah kita mengangkat alis bila seseorang mempunyai kekayaan besar, turun dari satu mobil mewah dengan dibukakan pintu oleh para ajudan, berpindah dari satu gedung mewah ke gedung mewah berikutnya, Namun saudara kandungnya menjadi kuli atau babu yang siap diperintah-perintah dengan suara tinggi sambil diacungi telunjuk kiri, wajahnya penuh ketakutan dengan kepala tertunduk serta badan yang membungkuk.

Ingatlah.. Rasulullah SAW bersabda:

….يا أمة محمد، والذي بعثني بالحق لا يقبل الله صدقة من رجل وله قرابة محتاجون إلى صلته ويصرفها إلى غيرهم. والذي نفسي بيده، لا ينظر الله إليه يوم القيامة

“….Wahai umat Muhammad, demi Allah yang telah mengutusku dengan kebenaran, *_Allah tidak akan menerima sedekah seseorang yang mempunyai kerabat yang membutuhkan bantuannya, sementara ia memberikan sedekah atau bantuan itu kepada orang lain_*. Dan demi Allah yang jiwaku berada dalam genggamannya, Allah tidak akan memandangnya di hari kiamat nanti”. (HR. Thabrani)

Rasulullah SAW juga pernah bersabda:

الصدقة على المسكين صدقة، وعلى القريب صدقتان، صدقة وصلة

*“Sedekah kepada orang miskin dinilai SATU sedekah, sedangkan kepada karib kerabat nilainya sama dengan DUA, yakni nilai _sedekah_  dan nilai _silaturrahim”_.*

Pesan penting yang sangat jelas disini:

*“Jika anda dijinka Allah menjadi orang yang kaya, jadikanlah orang terdekat anda juga merasakan keberkahan yg dilebihkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala kepada anda itu. Jangan sampai masyarakat memuji kedermawanan anda, sementara karib kerabat anda sendiri, dalam keadaan kekurangan”*
Na'udzubillahi mindzaliik..

Wallahu A’lam Bishawab

Sabtu, 10 Juni 2017

Hartamu Hakikatnya Bukan Milikmu

♻ *HARTAMU HAKIKATNYA BUKAN MILIKMU*

▪Bersedekahlah dengan sebagian hartamu, untuk akheratmu,

▪Jauhkanlah sifat pelit yang akan membahayakan hidupmu di akherat,

▪Allah Ta'ala mengancam orang yang pelit dengan siksa di akherat:

*وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ-

*“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”*
[Ali Imran:180].*

▪ Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang dalam tafsir ayat ini:
Yakni, janganlah sekali-kali orang yang bakhil menyangka, bahwa dia mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakannya dalam (urusan) agamanya, dan kemungkinan juga dalam (urusan) dunianya. Kemudian Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran ayat 180]

▪Harta yang Anda infakkan itulah harta Anda sesungguhnya,

▪Sedangkan harta yang anda tinggalkan, akan dibagi-bagikan kepada ahli warismu,

▪Segeralah investasikan hartamu di dalam bisnis yang tidak akan merugi,

▪Dengan balasan pahala besar di akherat,

▪Allah Ta’ala berfirman :

*إِنَّ الْمُصَّدِّقِينَ وَالْمُصَّدِّقَاتِ وَأَقْرَضُوا اللَّهَ قَرْضاً حَسَناً يُضَاعَفُ لَهُمْ وَلَهُمْ أَجْرٌ كَرِيمٌ*

*“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.”*
(Qs. Al Hadid: 18)*.

▪Yakinlah bahwa hartamu tidak akan berkurang karena sedekah,
▪Bahkan akan semakin banyak dan berkah InsyaaAllah,

▪ *Allah Ta’ala berfirman:*

*مَّثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٦١﴾*

*"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui."*
(Q.S. Al-Baqarah, 2:261)

▪ *Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :*

ما نقصت صدقة من مال وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا

_*“Harta tidak akan berkurang dengan sedekah. Dan seorang hamba yang pemaaf pasti akan Allah tambahkan kewibawaan baginya.”_*
(HR. Muslim).

Wallahu A'lam.

Waktu Syuruk=Umroh dan Haji

🕋Bersama Masjidmu Ramadhan Travel, UMROH RAMADHAN GRATISSS* 🕌

Assalamu'alaikum  wr  wb.
Ayo masih tersedia banyak seat yang kosong.

Umroh Gratis di Bulan Ramadhan, Mau? ....
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ

*“Barangsiapa yang shalat shubuh dengan berjama’ah kemudian dia berdzikir kepada Allah Ta’ala sampai terbitnya matahari lalu dia shalat dua raka’at, maka pahalanya seperti pahala berhaji dan ‘umrah, sempurna, sempurna, sempurna.”*
(HR. At-Tirmidziy no.591 dan dihasankan oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy di dalam Shahih Sunan At-Tirmidziy no.480, Al-Misykat no.971 dan Shahih At-Targhiib no.468, lihat juga Shahih Kitab Al-Adzkaar 1/213 karya Asy-Syaikh Salim Al-Hilaliy)

Hadits yang sangat luar biasa. Betapa untuk 'haji' dan 'umroh' begitu mudah, murah (gratis malah), dan bisa dilakukan siapa saja.

*SYARATNYA :*
1- Sholat shubuh berjmaaah di masjid/mushola
2- Tetap berdiam di masjid dengan berdzikir setelah sholat shubuh. Dzikir bisa berupa: bacaan dzikir/wirid matsurot, membaca Al-Quran, mengkaji Al-Quran, ta'lim.
3- Hingga masuk waktu SYURUQ atau waktu terbit matahari, kapan? Jadwal waktu syuruq biasanya tercantum di Jadwal Sholat. Kalau tidak ada biasanya 1 jam 20 menit setelah subuh.
4- Setelah masuk waktu SYURUQ jangan langsung sholat, tunggu sekitar 15 menit, karena pas waktu SYURUQ dilarang sholat.

‘Aisyah radhiyallåhu ‘anha berkata:

‎حَتَّى إِذَا كَانَتْ السَّاعَةُ الَّتِي تُكْرَهُ فِيهَا الصَّلَاةُ قَامُوا يُصَلُّونَ

“…(Mereka duduk) hingga waktu yang dilarang untuk shalat telah berlalu, (kemudian) mereka mendirikan shalat” (Diriwayatkan I  al Bukhari dalam shahiihnya)

5- Setelah 15 menit dari waktu SYURUQ maka kerjakan sholat sunah dua rokaat. Sholat sunah apa? itulah yang disebut *Sholat Sunah Isyroq*

*Dengan demikian, kita bisa mendapat pahala Umroh dan Haji setiap melaksana kan amalan ini*

Nah, mumpung Ramadhan, waktu paginya agak longgar.. ...
Berapa kali target Anda 'Umroh dan haji' gratis di bulan Ramadhan tahun sekarang.

Ayo laksanakan segera di
*Masjidmu Berkah Ramadhan* yang paling dekat.   Semoga kita mendapat Ridha Allah SWT. Amiin Amiin YRA.
                                         
Wassalamu'alaikum wr wb.🕌 🚶
[