Translate

Minggu, 26 April 2015

Asuransi

✴✴✴✴✅✅✴✴✴✴

※※Tanya Jawab Syariah※※
No:   87/TJS-AHQ2🌴/V/2015

📚💢📚💢📚💢📚💢📚💢

✴Nama : Fajri
Grup   : AHQ2 S1
Pertanyaan :

Akhi mo tny..
Ana mau beli rumah. Tapi an gamau kpr krn ribawi. Takut. Kalau pun ngumpulin peningkatan harga sama penghasilan gakan kekejar. Ada solusi lain !

➿➿➿➿➿➿➿➿

✴Nama : Fajri
Grup   : AHQ2 S1
Pertanyaan :

Assalamualaikum mau tny lg. Kalau asuransi gmn hukumnya ?

✅Dijawab oleh Ust Dudi🌴

@Fajri:
Untuk beli Rumah bisa mengajukan ke bank Syariah dengan beberapa akad:
1. Istishna : minta dibuatkan Rumah, lalu pembayaran bisa dengan mencicilnya.

2. Ijarah muntahiyah bittamlik (sewa beli). Awal mula bank Syariah membeli Rumah Lalu menyewakannya kepada Kita (nasabah). Kita membayar uang sewa + lebihan untuk membeli Rumah. Di akhir akad sewa, Rumah sudah menjadi milik Kita.

3. Akad murabahah: bank Syariah membeli Rumah Lalu menjualnya lagi kepada nasabah dengan tambahan keuntungan. Lalu nasabah membayarnya secara cicilan.

📚Hukum asuransi:

2.6 Hukum Asuransi Konvensional
Setidaknya, ada tiga pendapat mengenai hukum asuransi konvensional yang berkembang sekarang ini, yaitu:
Pendapat yang mengharamkan.
Pendapat yang menghalalkan.
Pendapat yang menganggap asuransi sosial diperbolehkan dan asuransi konvensional diharamkan.

Kelompok Yang Mengharamkan Asuransi
Pendapat ini disandarkan bahwa di dalam asuransi terdapat kewajiban yang seharusnya tidak diwajibkan, memakan harta orang lain secara bathil, spekulasi (Qimar),  unsur gharar (ketidakjelasan), unsur judi/gambling (maisir), dan unsur riba, dengan catatan bahwa asuransi konvensional menggunakan akad saling tukar-menukar (tabaduli), dan perusahaan asuransi adalah perusahaan yang bermaksud mencari keuntungan melalui akad asuransi ini.
Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-Qalqili(Mufti Yordania), Yusuf Qardlawi, dan Muhammad Bakhil al-Muth’I (Mufti Mesir).
Kelompok yang Membolehkan Asuransi konvensional
Pendapat kedua ini dikemukaakan oleh Abdul Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syari;ah Universitas Syiria), Muhammad Musa (Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo Mesir), dan Abdurrahman Isa. Beberapa alasan pembolehan akad asuransi konvensional adalah sebagai berikut:
1. Hukum asli dari segala sesuatu yang bermanfaat adalah boleh (mubah). Jadi, selama akad asuransi ini memberikan manfaat kepada kedua belah pihak, maka asuransi dihukumi dengan pembolehannya. Selain itu juga, tidak ada dali-dalil khusus yang menerangkan tentang pengharaman asuransi.
2. Akad asuransi merupakan bagian dari Maslahah Mursalah
3. Asuransi adalah sesuatu yang telah menjadi kebiasaan masyarakat (‘urf). Dilihat dari banyaknya orang di seluruh penjuru dunia yang berasuransi, maka dapat dikatakan bahwa asuransi telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat umum, dan kebiasaan (‘urf) dianggap oleh sebagian ulama sebagai dasar hukum.
4. Pembolehan Asuransi belandaskan hukum kebutuhan darurat.
5. Qiyas asuransi sebagai akad wadi’ah bi ujroh. Dianalogikan kepada sisten pensiun, TASPEN.
6. Asuransi dapat menaggulangi kepentingan umum.
Dari pendapat Abdurrahman Isa, guru besar Universitas Al-Azhar, Abdul Wahab Khalaf, guru besar hukum Islam Universitas Kairo, dan beberapa ulama yang lain, dapat disimpulkan, bahwa sebab-sebab dibolehkannya asuransi adalah:
1. Dibolehkan sepanjang asuransi itu diselenggarakan oleh pemerintah, sehingga kalau ada kerugian akan ditanggung oleh pemerintah, dan jika untung dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
2. Karena saling menguntungkan kedua belah pihak.
3. Tidak termasuk akad muâwadhah.
4. Kalaupun mengadung unsur gharar, maka manfaatnya menjadikannya boleh.
Namun setelah diteliti lebih jauh, pembolehan asuransi dengan alasan tersebut di atas lebih dekat jika ditujukan kepada asuransi sosial dan bukan kepada asuransi konvensional, yang langsung dikelola oleh pemerintah, dan bukan untuk tujuan komersil.
Kelompok Yang Mengharamkan Asuransi konvensional dan Membolehkan asuransi yang bersifat sosial.
Pendapat ketiga ini dianut antara lain oleh Muhammad Abu Zharah (Guru Besar Hukum Islam Unicersitas Kairo). Alasan kelompok ini sama dengan keompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersial (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua dalam asuransi yang bersifat sosial (boleh).

2.6.1  Pendapat Terkuat Tentang Hukum Asuransi Konvensional Adalah Haram
Setelah memperhatikan setiap pendapat para ahli fikih dalam hukum asuransi konvensional, disertai dengan dalil-dalil dari masing-masing kelompok. Maka berdasarkan semuanya itu Dr. Usamah Muhammad Abdul Halim Al-Hiwari (Dosen Fiqh Muqarin / Fiqh Perbandingan Universitas Al-Azhar Kairo) menguatkan pedapat kelompok yang mengharamkan asuransi konvensional.
Pengharaman ini  sesuai dengan keputusan dalam Muktamar Internasional Ekonomi Islam pertama  di Mekah tahun 1396 H/ 1976 M, dan juga perkumpulan para Ahli Fiqh di Jedah tahun 1406 H/ 1985, Muktamar Ulama Muslim ke-2 di Kairo tahun 1385H, Muktamar Ulama Muslim ke-7 tahun 1392 H/ 1972 M, Lembaga Riset Islam Al-Azhar As-Syarif, Lembaga fiqih islam di Ikatan Ulama-Ulama Besar Liga Dunia Islam di Mekah tahun 1398 H/1978 M, keputusan Majelis Himpunan Ulama-Ulama Besar di Kerajaan Saudi tahun 1397 H/ 1977 M, juga keputusan Simposium Fiqih ke-3 di Bait Tamwil Kuwait tahun 1413 H/ 1993 M, keputusan Lembaga Fiqih Islam Internasional nomor 9 (2/9).
Yusuf Kamal mengatakan “Ambillah sebuah dalil dari perkataan Dr. Syauqi Al-Fanjari dalam mendeskripsikan bentuk akad asuransi, sebagaimana beliau berkata sebagai pembicara dari Hai’ah Kibar Ulama di Saudi 1396 H : “(..dan alasan diharamkannya akad asuransi bukan karena dia akad mu’awadhah (timbal balik) atau mutajirah bi At-Ta’min (bisnis perdagangan asuransi) sebagaimana gambaran yang salah dari yang lain…maka satu sebab diharamkannya adalah al-istighlal (eksploitasi)”
2.7 Hukum Asuransi Sosial
Sebagian besar ulama mengatakan bahwa hukum asuransi sosial adalah boleh, dikarenakan tujuan dari asuransi ini adalah menjamin dan memberikan rasa aman bagi masyarakat ataupun bagi para tenaga kerja. Asuransi ini didirikan atas dasar saling tolong-menolong (ta’âwun), dan bukan untuk tujuan komersil.
Allah SWT.. berfirman:
“dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Ma’idah: 2).
Hal ini diperkuat dengan keputusan Lembaga Riset Azhar pada Konferensi yang diselenggarakan di Kairo tahun 1385 H/1965 M, yang menjelaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang dimaksudkan bagi kepentingan sosial, diantaranya adalah asuransi sosial itu sendiri, adalah dibolehkan.
Penghalalan ini pun sesuai dengan keputusan dalam Muktamar Internasional Ekonomi Islam pertama  di Mekah tahun 1396 H/ 1976 M, dan juga perkumpulan para Ahli Fiqh di Jedah tahun 1406 H/ 1985, Muktamar Ulama Muslim ke-2 di Kairo tahun 1385H, Muktamar Ulama Muslim ke-7 tahun 1392 H/ 1972 M, Lembaga fiqih islam di Ikatan Ulama-Ulama Besar Liga Dunia Islam di Mekah tahun 1398 H/1978 M, keputusan Majelis Himpunan Ulama-Ulama Besar di Kerajaan Saudi tahun 1397 H/ 1977 M, juga keputusan Simposium Fiqih ke-3 di Bait Tamwil Kuwait tahun 1413 H/ 1993 M, keputusan Lembaga Fiqih Islam Internasional nomor 9 (2/9).
2.8 Hukum Asuransi Bersama (ta’âwun)
Mengenai asuransi jenis ini, para ulama anggota al-Lajnah ad-Dâ`imah dan anggota Kibâr al-’Ulamâ Kerajaan Saudi Arabia dalam Konferensi ke-10 di kota Riyadh pada bulan Rabi’ul Awwal 1397 H. Hasilnya, mereka sepakat bahwa asuransi ta’âwun ini diperbolehkan dan bisa menjadi alternatif asuransi konvensional (tijârah) yang diharamkan, dengan beberapa alasan berikut:
Asuransi ta’awun termasuk akad tolong-menolong untuk membantu pihak yang terkena musibah, tidak bertujuan bisnis atau mencari keuntungan dari harta orang lain. Tujuannya hanyalah membagi beban musibah tersebut diantara mereka dan bergotong royong meringankannya.
Asuransi ta’awun ini terlepas dari dua jenis riba: fadhl dan nasa’. Akad para pemberi saham tidak termasuk akad riba serta tidak memanfaatkan uang yang ada untuk muamalah-muamalah yang mengandung unsur riba.
Tidak mengapa bila pihak yang memberi saham tidak mengetahui secara pasti jumlah nominal yang akan diberikan kepadanya bila dia terkena musibah. Sebab, mereka semua adalah donatur (anggota), tidak ada pertaruhan, penipuan, atau perjudian.
Fatwa halal tersebut sesuai dengan keputusan dalam Muktamar Internasional Ekonomi Islam pertama  di Mekah tahun 1396 H/ 1976 M, dan juga perkumpulan para Ahli Fiqh di Jedah tahun 1406 H/ 1985, Muktamar Ulama Muslim ke-2 di Kairo tahun 1385H, Lembaga Riset Islam Al-Azhar As-Syarif, Muktamar Ulama Muslim ke-7 tahun 1392 H/ 1972 M, Lembaga fiqih islam di Ikatan Ulama-Ulama Besar Liga Dunia Islam di Mekah tahun 1398 H/1978 M, juga keputusan Simposium Fiqih ke-3 di Bait Tamwil Kuwait tahun 1413 H/ 1993 M, keputusan Lembaga Fiqih Islam Internasional nomor 9 (2/9).mks

Tidak ada komentar: